Jumat, 11 Februari 2011

Audit Investigasi dan Pengungkapan Indikasi KKN di KPU

Di kalangan auditor eksternal pemerintah (BPK), istilah audit investigasi merupakan suatu hal yang sudah biasa seperti jenis audit lainnya, seperti audit keuangan dan audit kinerja. Namun, di kalangan akademisi istilah audit investigasi barangkali kurang begitu dikenal. Audit jenis ini lebih dikenal dengan istilah forensic audit atau fraud audit. Bagi kalangan umum (yang tidak berkecimpung dalam audit), pemahaman istilah audit yang dilakukan BPK yang terbayang barangkali hanyalah audit yang berhubungan dengan keuangan.Berkaitan dengan laporan awal hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk dimintakan tanggapan atas hasil laporan tersebut, dari berbagai pemberitaan media elektronik dan media cetak nasional terungkap adanya indikasi unsur kerugian negara dalam pengelolaan keuangan negara. Hal inilah yang kemudian memicu timbulnya kasus percobaan penyuapan terhadap auditor BPK yang sangat kontroversial itu.

Bagi kalangan auditor, baik auditor eksternal pemerintah maupun akuntan publik, hal itu bukan merupakan sesuatu yang luar biasa atau aneh, bukan karena audit atas KPU-nya, tetapi lebih karena dari jenis audit itu sendiri, yaitu audit investigasi. Kenapa bisa demikian?

Audit investigasi

Terminologi pemeriksaan investigasi itu sendiri muncul dalam Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan dalam penjelasan UU tersebut. Audit investigasi ini termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan kinerja.

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan ini (audit investigasi), BPK melakukan pekerjaan investigasi. Seperti diketahui, istilah investigasi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu penyelidikan yang berlandaskan pada hukum dan rasa keadilan untuk mencari kebenaran dengan tingkat kebenaran yang tinggi (high level of assurance) mengenai suatu permasalahan yang ditemukan.

Tujuan dari audit investigasi ini adalah untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Hal ini berbeda dengan jenis audit lain yang dilakukan oleh BPK, yaitu pemeriksaan keuangan (audit keuangan) dan pemeriksaan kinerja (audit kinerja).

Pemeriksaan keuangan bertujuan untuk memberikan keyakinan, apakah laporan keuangan dari entitas (pihak) yang diaudit telah menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi/usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Adapun audit kinerja adalah pemeriksaan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan pemerintah/lembaga yang diperiksa.

Ada dua macam audit investigasi, yaitu (1) audit investigasi proaktif dan (2) audit investigasi reaktif. Audit investigasi proaktif adalah audit yang dilakukan pada entitas yang mempunyai risiko-risiko penyimpangan, tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum/tidak didahului oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat/berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara.

Audit investigasi reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan/sangkaan awal tentang indikasi adanya penyimpangan yang dapat/berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara. Istilah reaktif itu sendiri didasarkan pada fakta bahwa auditor melakukan reaksi untuk memvalidasi bukti-bukti indikasi penyimpangan tersebut.

Informasi indikasi adanya penyimpangan yang dapat/berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara di pihak yang akan diaudit bisa merupakan hasil audit sebelumnya/hasil pemeriksaan awal/terdahulu atas laporan keuangannya dan/atau dari sumber-sumber informasi dari pihak lain.

Jadi audit investigasi jenis ini merupakan lanjutan kegiatan pemeriksaan terhadap suatu masalah tertentu untuk mendapatkan bukti-bukti pendukung yang lebih tinggi derajat kebenarannya. Hal inilah yang menjadikan audit investigasi lain dengan jenis audit keuangan dan audit kinerja karena sebelum dilaksanakan audit, di awal proses audit telah diindikasikan adanya penyimpangan yang dapat/berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara di pihak yang akan diaudit.

Dengan audit investigasi ini, pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan tentang adanya indikasi tindak pidana korupsi ataupun perdata pada kasus yang bersangkutan, dengan didukung oleh bukti-bukti yang relatif kuat dan bukti-bukti tersebut bisa langsung digunakan sebagai bukti dalam proses hukum selanjutnya.

Dalam kaitannya dengan audit investigasi yang dilakukan oleh BPK di KPU, audit investigasi yang dilakukan cenderung lebih bersifat audit investigasi reaktif. Hal ini bisa dilihat dari telah dilaksanakannya audit sebelumnya di tubuh KPU oleh BPK, yang kemudian dilakukan audit lanjutan yang bersifat investigasi.

Sasaran audit investigasi ini adalah kasus penyimpangan yang berindikasi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara. Adapun ruang lingkup auditnya adalah kegiatan/perbuatan yang menyebabkan terjadinya kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara, termasuk di dalamnya mengenai siapa yang melaksanakan kegiatan/perbuatan, di mana dan kapan kegiatan/perbuatan tersebut dilakukan, serta bagaimana cara melakukan kegiatan/perbuatan tersebut.

Ada empat aspek yang terdapat dalam audit investigasi ini, yaitu (1) permasalahan yang akan diungkap, (2) kriteria yang berupa peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya, (3) pengumpulan bukti yang sesuai dengan kriteria hukum, dan (4) pelaporan.

Kewajiban BPK

Dalam kaitannya dengan hasil audit investigasi yang ditemukan unsur tindak pidana atau perbuatan yang merugikan keuangan negara, menurut UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 14, BPK harus segera melaporkan kepada instansi yang berwenang. Instansi yang berwenang dalam hal ini adalah aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan lembaga penegak hukum lainnya seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi).

Akhirnya masyarakat sangat berharap di masa-masa yang akan datang BPK, sebagai satu-satunya lembaga tinggi negara yang berfungsi sebagai auditor eksternal pemerintah, dalam melaksanakan tugasnya sesuai kewenangan yang dimiliki mampu memberikan kontribusi yang signifikan kepada bangsa ini dalam upaya-upaya pencegahan, pengungkapan, dan pemberantasan KKN.

Dan bukannya malah menjadi suatu lembaga yang justru menjadi penghambat dalam upaya-upaya pengungkapan dan pemberantasan KKN itu sendiri.
(Joni Agung Priyanto Mahasiswa S2 Program Pascasarjana Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia)

Tulisan ini dimuat di Kompas, 2 Juni 2005

1 komentar: