Senin, 21 Februari 2011

Cara Koreksi Kelebihan Pembayaran Karena Kekurangan Kadar Aspal , Luas dan Volume Pekerjaan

Seringkali kita jumpai dalam pekerjaan jalan terjadinya kekurangan kadar aspal, luas dan volume, sehingga terjadi kelebihan pembayaran. Berikut ini cara melakukan koreksi pembayaran atas kedua hal tersebut berdasarkan :
Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2009, Divisi 6, Seksi 6.3 (yang selalu menjadi bagian dalam kontrak) :
1) Pasal 6.3.2.5).(e),
a) angka i, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus sesuai dengan formula campuran kerja, dalam batas rentang toleransi yang disyaratkan dalam Tabel 6.3.2.-15 di bawah ini;
b) angka ii, yang menyatakan bahwa setiap hari Direksi Tehnik akan mengambil benda uji, baik bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.4.3) dan 6.3.4.4) dari Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan keseragaman campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari Formula Campuran Kerja (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.5.1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam Rumus Perbandingan Campuran.


Kadar Aspal Rata-Rata Yang Diperoleh Dari Hasil Ekstraksi
Cb = -------------------------------------------------------------
Kadar Aspal Yang Ditetapkan Dalam Rumus Perbandingan Campuran

b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untuk pembayaran adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana tidak terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.

Tebal Nominal Yang Diterima
Ct = -------------------------------------
Tebal Nominal Rancangan

c. Spesifikasi Teknis dalam kontrak Bidang Bina Marga TA 2010, Divisi 6, Seksi 6.3:
1) Pasal 6.3.3.(6),
a) Huruf a, yang menyatakan bahwa seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus sesuai dengan Rumus Perbandingan Campuran, dalam batas rentang toleransi yang disyaratkan dalam Tabel 6.3.3.(2) di bawah ini:
b) Huruf b, yang menyakan bahwa setiap hari Direksi Pekerjaan akan mengambil benda uji baik bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal 6.3.7.(3) dan 6.3.7.(4) dari Spesifikasi ini, atau benda uji tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan keseragaman campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang diperoleh dari Rumus Perbandingan Campuran (JMF) dan toleransi yang diijinkan harus ditolak.
2) Pasal 6.3.8.(1),
a) Huruf g, yang menyatakan bahwa bilamana Direksi Pekerjaan menerima pekerjaan setiap campuran aspal dengan kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran campuran aspal akan dihitung berdasarkan luas atau volume hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah dengan menggunakan faktor koreksi berikut. Tidak ada penyesuaian yang akan dibuat untuk kadar aspal yang dilampaui nilai yang disyaratkan dalam rumus Perbandingan Campuran.

Kadar Aspal Rata-Rata Yang Diperoleh Dari Hasil Ekstraksi
Cb = -------------------------------------------------------------------
Kadar Aspal Yang Ditetapkan Dalam Rumus Perbandingan Campuran

b) Huruf h, yang menyatakan bahwa Luas atau Volume yang digunakan untuk pembayaran adalah Luas atau Volume seperti yang disebutkan pada Butir (a) diatas x Ct x Cb. Bilamana tidak terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb diambil satu.

Tebal Nominal Yang Diterima
Ct = -------------------------------------
Tebal Nominal Rancangan
Harga satuan perkaliannya adalah harga satuan dari item pekerjaan, bukan dari harga satuan bahan.
Demikian semoga bermanfaat..!!!!

BAHAN LAPIS KERAS

BAHAN LAPIS KERAS
Yang dimaksud dengan bahan lapis keras adalah semua bahan susun yang diperlukan untuk membuat perkerasan jalan meliputi agregat, aspal, bahan tambah (additive) serta bahan stabilisasi tanah dasar jika diperlukan khususnya untuk jalan yang dibuat pada daerah dengan tanah dasar yang jelek.

I. LAPIS KERAS JALAN
Lapis keras jalan adalah bagian dari struktur jalan yang terletak di atas tanah dasar atau subgrade yang dibuat keras agar dapat dilalui lalu lintas yang lewat di atasnya.
Tujuan pembuatan lapis keras jalan adalah agar dapat dicapai suatu kekuatan tertentu sehingga mampu meneruskan beban beban lalu lintas yang diterima oleh lapis keras ke dalam bidang yang lebih luas pada tanah dasar, sehingga beban beban tersebut dapat didukung oleh tanah dasar.
Pada umumnya, lapis keras jalan dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar yaitu :
-flexible pavement
- rigid pavement
- composite pavement
Dalam hal ini, yang akan dibahas hanya bahan dari lapis keras yang masuk ke dalam golongan flexible pavement, karena untuk bahan yang digunakan pada rigit pavement sudah dibahas panjang lebar pada matakuliah teknologi beton.

PERANCANGAN PERKERASAN
Pada umumnya Perancangan Perkerasan dapat dibedakan atas dua pengertian yaitu :
1. Structural Pavement Design
(Perancangan Struktur Perkerasan)
Yaitu menentukan tebal dari pavement beserta komponen-komponennya antara lain :
Menentukan tebal :
 surface course
 base course untuk flexible pavement
 sub base course
 subgrade

 plat beton
 lapis fondasi untuk rigid pavement
 lapis pasir
 subgrade
2. Paving Mixture Design
(Perancangan Campuran Perkerasan)
Yaitu tahapann yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan dilapangan dimulai yang bertujuan untuk menentukan kualitas bahan susun yang akan digunakan serta proporsi campuran bahan yang akan digunakan untuk bahan perkerasan.
Misal :
 Menentukan jenis aspal yang akan dipakai serta perbandingan jumlah aspal dengan batuan
 Menentukan gradasi serta jenis batuan
 Menentukan mutu beton serta perbandingan campuran antara semen, pasir
krikil (untuk rigid pav)
 Dll

II. BAHAN LAPIS KERAS
Bahan utama perkerasan jenis flexible pavement pada umumnya terdiri dari bahan yang disusun sebagai berikut :
bahan pengikat : aspal
bahan pengisi : agregat kasar, agregat halus, filler.

ASPAL
Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling banyak dipakai di Indonesia.
Disamping harganya relatif murah, aspal juga banyak tersedia di negara kita yang kaya akan minyak mentah yang banyak mengandung aspal.
Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas /kekentalan yang sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur rendah (dingin) aspal akan bersifat keras, dan sebaliknya pada saat temperatur tinggi (panas) aspal akan bersifat lunak, dan lebih bersifat plastis.
Kepekaan terhadap temperatur dari tiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya, walaupun aspal tersebut diambilkan dari jenis yang sama.



A
Viscositas B



Temperatur (oc)

Gambar Hubungan Viscositas dan Temperatur (suhu)
Oleh karena hal seperti diatas, maka sebelum kita memakai jenis aspal lebih dahulu perlu kita ketahui aspal tersebut berasal dari mana, sehingga pada proses pencampuran antara agregat dengan aspal dapat ditetapkan temperatur yang paling baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sebagai contoh aspal dari dari jenis yang sama produksi Pertamina akan mempunyai kepekaan temperatur yang berbeda dengan aspal produksi Esso.
Ada beberapa jenis perkerasan yang menuntut perhatian kusus yang ada kaitannya dengan masalah temperatur, yaitu konstruksi perkerasan pada landas pacu (runway). Bahan maupun jenis konstruksi yang dipakai pada landas pacu secara garis besar menyerupai dengan perkerasan pada perkerasan jalan raya. Bedanya pada runway harus mempunyai daya dukung yang lebih besar, dan biasanya temperatur disekitar landas pacu lebih panas. Sehingga dibutuhkan jenis aspal yang lebih tahan terhadap pengaruh temperatur.






Kekuatan
aspal


Lama Pembebanan

Gambar Hubungan Kekuatan aspal dan Lama Pembebanan
Di samping itu aspal juga bersifat reologic yaitu suatu sifat yang sangat dipengaruhi oleh lamanya pembebanan. Semakin lama bebn beada di atas perkerasan, maka kekuatan aspal akan semakin turun, Sebagai contoh bila aspal dibebani selama satu menit akan sangat berbeda pada aspal yang dibebani pada beban yang sama tapi dalam tempo yang lebih lama misal satu jam. Aspal yang dibebani pada waktu yang lebih lama akan mengalami perubahan geometrik yang lebih besar.
Disamping kedua sifat terebut aspal juga memiliki sifat yang lain yang disebut sifat Tyxotropy yaitu sifat yang dipengaruhi oleh cuaca. Aspal yang disimpan di udara terbuka dalam dalam jangka waktu yang cukup lama akan mengalami penurunan kelenturan atau fleksibilitasnya menurun sehingga aspal akan menjadi kaku. Hal ini akan labih cepat terjadi apabila aspal dalam drum sudah dibuka.




kelenturan



lama penyimpanan

Gambar hubungan kelenturan aspal dan lama penyimpanan

Aspal juga merupakan bahan yang memiliki kohesi (kemampuan saling tarik-menarik) yang cukup besar. Sehingga aspal merupakan bahan pengikat aggregat yang baik serta memiliki kemampuan untuk mempertahankan agregat supaya tetap ditempatnya sebagai bahan pengisi pada suatu lapis keras.
Aspal juga merupakan bahan yang mudah teroksidasi. Pada udara terbuka, aspal akan mudah beroksidasi dengan udara yang banyak mengandung oksigen, sehingga lama kelamaan permukaan aspal secara perlahan akan menjadi keras dan getas, dan akan kehilangan sifat kohesifnya. Tapi peristiwa oksidasi ini lebih banyak terjadi pada daerah permukaan aspal saja, sehingga biasanya yang mengeras dan yang menjadi getas hanya pada permukaan lapis luarnya sedang lapis aspal bagian dalam tidak banyak mengalami perubahan kecuali hanya perubahan viskositasnya. Pada campuran antara aspal dan agregat, semakin tipis lapisan aspal yang menyelimuti agregat, akan semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi. Lapis aspal yang sudah kehilangan sifat kohesifnya biasanya dikatakan sebagai aspal usang.

Menurut proses terjadinya, aspal dapat dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu :
 aspal alam
 aspal minyak/buatan

Aspal alam
Di Indonesia, jenis aspal ini banyak terdapat di Pulau Buton, sehingga aspal alam ini sering disebut Butas ( Buton Aspal).
Proses terjadinya:
Sebelum di proses lebih lanjut, aspal alam ini terdapat di alam terbuka sebagai batuan sehingga biasa disebut batuan aspal / aspal batu (rock asphalt) atau batuan yang bersifat aspal ( asphaltic rock).
Dalam bentuk aslinya, Butas di P. Buton (Sulawesi Tenggara) berbentuk sebagai lapisan batu berwarna hitam yang kadang-kadang muncul di atas tanah sebagai gunung kecil.
Butas ini dapat terjadi karena pada daerah tersebut banyak mengandung minyak mentah dengan kadar aspal yang cukup tinggi (asphaltic base crude oils).
Minyak yang mengandung aspal (bitumen) ini dapat keluar dari bumi akibat adanya tekanan yang disebabkan oleh proses geologi, kemudian meresap diantara celah-celah lapisan serta batuan yang poros (poreous).
Oleh karena terjadinya Butas disebabkan dari proses alam seperti yang sudah dijelaskan di atas, maka akibatnya kandungan aspal pada batuan jumlahnya tidak me nentu, artinya kandungan aspal pada batuan sangat bervariasi ada yang kandungannya sedikit dan ada kandungan aspalnya yang banyak.
Di dalam prakteknya, batuan aspal yang ditambang harus diseleksi dulu serta dipilih dari batuan yang memiliki kandungan aspal minimum 25 %.
Karena aspal memiliki sifat termoplastis, maka akibatnya batu aspal ini memiki beberapa sifat diantaranya pada temperatur dingin yaitu pada malam dan pagi hari dengan temperatur 28o ke bawah bersifat getas dan mudah pecah. Sebaliknya pada siang hari dengan temperatur 30o ke atas, batu aspal bersifat liat/ulet dan agak sukar untuk dipecah.
Oleh karena itu pemecahan batu aspal sebaiknya dilakukan pada malam hari atau pagi hari. Kalau dilakukan pada siang hari sebaiknya harus dilakukan pada tempat yang teduh atau beratap.
Karena umur dari batu aspal (yang ditambang) sudah terlalu tua, maka biasanya aspal yang dikandung sudah kehilangan sifat plastisnya. Tapi justru batu aspal seperti inilah yang mudah dikerjakan dari pada jenis batu aspal yang sifatnya plastis yang masih banyak mengandung minyak.
Sebaliknya untuk keperluan pengaspalan jalan dibutuhkan aspal yang agak cair supaya mudah pengerjaannya dan bersifat lentur, sehingga tahan terhadap getaran dan pukulan roda kendaraan. Oleh karena itu pada batu aspal/butas perlu ditambahkan flux oil (minyak pengencer) yang mengandung minyak mentah sehingga aspalnya menjadi lebih encer (diremajakan).
Batu butas yang banyak dipergunakan sekarang kira-kira mengandung bagian-bagian sebagai berikut :
Aspal murni (bitumen) berat rata-rata sekitar 30 %
Debu kapur (debu mineral) ,, ,, ,, 55 %
Pasir ,, ,, ,, 15 %

Dari hasil penelitian pada butas dapat diambil kesimpulan :
Kadar bitumen sangat bervariasi
Kualitas bitumen ber beda-beda
Komposisi batuan ber beda-beda
Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya, Butas dapat dibedakan atas B25, B30, B35, B40.
Sebagai contoh untuk Butas B30, berarti butas tersebut memiliki kadar bitumen rata-rata sebesar 30 %.

Aspal minyak/aspal buatan
Yang dimaksud dengan aspal minyak atau aspal buatan adalah aspal yang diperoleh dari hasil penyaringan minyak mentah (crude oils).
Minyak mentah atau minyak kasar adalah minyak yang didapat secara langsung dari hasil tambang (belum diolah).
Pada saat diproses akan didapatkan jenis-jenis minyak yang masing-masing dibedakan atas berat jenisnya.
Bahan yang dikandungnya setelah melalui proses penyaringan yang dimulai dari BJ yang paling kecil adalah sbb:
 Avtur
 gasoline (bensin)
 kerosine (minyak tanah)
 diesel oils (solar)
 minyak pelumas/olie
 BJ yang paling besar ada tiga kemungkinan :
a) aspal, dikatakan minyak mentah memiliki dasar aspal (asphaltic base crude oils)
b) parafin, dikatakan minyak mentah memiliki dasar parafin (paraffin base crude oils)
c) campuran antara aspal dan parafin, dikatakan minyak mentah memiliki dasar campuran (mixed base crude oils)
Jadi minyak mentah belum tentu dapat menghasilkan aspal.
Bila dilihat dari proses pembuatannya serta bahan dasarnya, jenis aspal dibedakan atas bentuknya ada tiga macam :
 aspal keras (cement asphalt)
 aspal cair (liquit asphalt)
 aspal emulsi (emulsified asphalt)

Aspal keras (aspal semen / aspal penetrasi)
Semen jenis ini disebut aspal keras karena pada suhu biasa (temperatur ruang) aspal jenis ini bersifat keras dan padat. Untuk memanfaatkan/menggunakan semen jenis ini harus dipanaskan dulu sehingga menjadi panas dan mencair.
Untuk menentukan kekerasannya/kekentalannya digunakan standar penetrasi.
Proses pemeriksaan penetrasi mengikuti standar AASTHO T 49-80.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara memasukkan jerum penetrasi berdiameter 1 mm dengan beban seberat 100 gram (sudah termasuk berat jarumnya). Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan jarum penetrasi selama 5 detik dengan temperatur aspal sebesar 77o F atau 25o C. Besarnya penetrasi diukur dan dinyatakan dengan angka yang merupakan kelipatan 0,1 mm. Misal masuknya jarum penetrasi sedalam 5 mm, maka 5 mm dibagi dengan 0,1 mm adalah 50, dikatakan angka penetrasi aspal sebesar 50. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa tambah kecil angka penetrasi aspal maka aspal tersebut akan semakin keras.

Beberapa contoh jenis aspal ini a.l. :
AC 40-50
AC 50-60
AC 60-70
AC 80-100
AC 120-150
dst.
Oleh karena itu pemakaian perkerasan yang berkualitas tinggi perlu dipilih jenis aspal semen yang akan dipakai dengan melihat angka penetrasinya.
Untuk daerah bercuaca panas atau untuk jalan dengan volume lalu-lintas yang tinggi digunakan jenis aspal semen dengan penetrasi rendah, sedang aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah yang bercuaca dingin atau untuk jalan dengan volume lalu-lintas rendah.
Di Indonesia aspal semen yang banyak dipakai yaitu aspal semen dengan penetrasi 60-70 dan 80-100.
Seperti yang sudah dijelaskan di depan bahwa aspal merupakan bahan yang bersifat termoplastis, sifat termoplastis pada setiap jenis aspal tidak sama tergantung dari aspal tersebut berasal dari mana.
Sebagai contoh ada aspal dari grup A dan B dengan angka penetrasi yang sama. Ini mengandung arti bahwa kedua grup aspal tersebut pada temperatur 25o C mempunyai kekentalan yang sama. Tetapi aspal grup A memiliki kepekaan temperatur yang lebih besar bila dibandingkan dengan aspal dari grup B. Maka tampak sekali pada gambar bahwa untuk jenis aspal grup A mempunyai perbedaan viskositas yang sangat menyolok pada temperatur rendah minimum dengan temperatur tinggi maksimum.



Aspal A

Aspal B
viskositas




0o F 77o F 100o F

Grafik viskositas vs temperatur pada dua aspal yang
memiliki angka penetrasi yang sama.

Untuk jenis perkerasan tingkat tinggi dengan persyaratan yang ketat misal untuk landas pacu, untuk jalan klas tinggi yang lewat daerah dengan temperatur panas maka yang paling cocok adalah jenis semen dari grup B, sebab aspal grup B merupakan jenis aspal yang memiliki kepekaan terhadap temperatur lebih kecil bila dibandingkan dengan aspal dari grup A atau dapat dilihat pada gambar di atas nilai b lebih kecil bila dibanding dengan a.

Aspal Cair (liquit asphalt)
Yang dimaksud dengan aspal cair yaitu jenis aspal yang dibuat dengan mencampur Aspal semen dengan bahan pencair, yaitu minyak yang dihasilkan dari penyaringan minyak mentah. Dari hasil pencampuran di atas menghasilkan aspal yang berbentuk cair dalam temperatur ruang, sehingga untuk menggunakannya tidak diperlukan pemanasan kecuali untuk hal-hal yang kusus.
Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas :
a. RC ( Rapid Curing Asphalt)
Yaitu jenis aspal cair yang dibuat dari pencampuran antara semen aspal dengan bensin (Asphalt Cement (AC) + gasoline). Jenis aspal ini merupakan jenis aspal cair yang paling cepat menguap. Akibatnya kalau kita memakai aspal cair dari jenis ini tidak boleh terlalu lama menunda pekerjaan karena aspal akan lebih cepat mengeras.
b. MC (Medium Curing Ashalt)
Yaitu jenis aspal cair yang dibuat dari pencampuran antara semen aspal dengan bahan pencair yang lebih kental yaitu minyak tanah (Asphalt Cement (AC) + kerosine). Jenis aspal ini merupakan jenis aspal cair yang penguapannya lebih lambat bila dibandingkan dengan jenis RC.
c. SC ( Slow Curing Asphalt)
Yaitu jenis aspal cair yang dibuat dari pencampuran antara semen aspal dengan bahan pencair yang lebih kental lagi yairu solar ( Asphalt Cement (AC) + diesel oils). Jenis aspal ini merupakan jenis aspal cair yang penguapannya paling lambat bila dibandingkan dengan dua jenis di atas. Boleh dikatakan bahwa aspal cair jenis SC ini merupakan jenis yang paling rendah mutunya bila dibandingkan dengan dua type di atas, sebab daya ikatnya kalau sudah mengeras tidak sebaik yang di atas.
Pada prakteknya, aspal cair ini banyak digunakan sebagai bahan perekat lapis perkerasan atau biasa disebut pelaburan, untuk perbaikan lapis permukaan jalan yang berlubang, dan untuk lapis perkerasan dengan mutu sedang dan rendah yang tidak membutuhkan persyaratan yang ketat, dll.
Jenis pelaburan/pengeleman lapis keras ada bermacam-macam antara lain : prime coat, tack coat, seal coat.
Prime coat :
Adalah jenis pelaburan yang pertama kali dilakukan untuk merekatkan antara base course (lapis fondasi) dengan lapis permukaan.
Tack coat :
Adalah jenis pelaburan yang dilakukan untuk merekatkan antara lapis yang lama
dengan lapis yang baru untuk jalan yang di upgrade pada saat dilakukan overlay (memberikan lapisan tambahan perkerasan ).
Seal coat
Pelaburan yang dilakukan untuk merekatkan antara permukaan jalan yang berlubang dengan lapisan penutupnya. Jadi Seal coat hanya dilakukan pada pekerjaan penambalan jalan yang dilakukan secara sepotong-sepotong (hanya dilaburkan pada permukaan jalan yang berlubang saja).
Karena aspal cair merupakan bahan yang berasal dari pencampuran antara benda padat dan benda cair, yang kualitasnya sangat tergantung dengan bahan pencairnya dan juga perbandingan jumlah campurannya, maka hasil campuran merupakan hasil aspal baru dengan kekentalan dan kualitas yang berbeda-beda. Berdasarkan nilai viskositas pada temperatur 60o C, aspal cair dapat dibedakan atas :
RC 30 - 60 MC 30 - 60 SC 30 - 60
RC 70 - 140 MC 70 - 140 SC 70 - 140
RC 250 - 500 MC 250 - 500 SC 250 - 500
RC 800 - 1600 MC 800 - 1600 SC 800 - 1600
RC 3000- 6000 MC 3000- 6000 SC 3000 - 6000

Aspal Emulsi
Pada dasarnya, suatu emulsi terdiri dari dua jenis cairan yang sulit untuk dapat bercampur. Aspal Emulsi adalah jenis aspal yang diperoleh dari campuran aspal dengan air. Dalam proses pembuatannya, salah satu bahan tersebut didispersikan / dibaurkan dalam bentuk butir-butir yang sangat halus, yang dicampurkan dengan proses kimiawi.
Di dalam pelaksanaannya, aspal merupakan fase yang didispersikan, sedang air merupakan fase pencairnya.
Didalam temperatur ruang aspal emulsi ini dalam kondisi cair (tidak keras).
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat dibedakan atas tiga macam :
 Aspal emulsi Kation
 Aspal emulsi Anion
 Aspal emulsi Nonion.
Dari ketiga jenis aspal tersebut yang biasa dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi Kation dan Anion.
Aspal emulsi Kation :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Asam, merupakan jenis aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positip.
Sifat istimewa Aspal Emulsi Kation adalah bahwa aspal akan cepat mengering dan bekerja untuk mengikat batuan / agregat walaupun batuan tersebut mengandung air. Sifat ini sangat menguntungkan untuk daerah-daerah yang banyak mengandung air (sering hujan), daerah bersalju, daerah yang berikilim dingin, dapat juga untuk klas jalan yang tidak begitu tinggi.
Aspal Emulsi Anion :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Alkali, merupakan jenis aspal emulsi yang bermuatan arus listrik negatip.
Pada jenis Aspal Emulsi Anion proses pelekatan batuan hanya dapat terjadi pada batuan yang kering saja. Kecepatan reaksi/proses pelekatan lebih lambat bila dibandingkan dengan jenis Aspal Emulsi Kation.
Pada prakteknya jenis aspal ini hanya dipakai sebagai bahan untuk menambal jalan yang berlubang, perbaikan jalan sementara dan pembuatan jalan dengan mutu rendah.
Aspal Emulsi Nonion
Merupakan jenis aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantar listrik. Aspal jenis ini tidak biasa dipakai sebagai bahan perkerasan jalan, tetapi baik untuk bahan pengisi pada dilatasi jembatan, penambalan atap dll.
Kelebihan aspal emulsi bila dibandingkan dengan aspal keras hanya pada segi pelaksanaan konstruksi lebih sederhana dan praktis karena dapat dilakukan tanpa harus dilakukan pemanasan lebih dulu. Untuk Indonesia aspal jenis ini harus dibeli dari luar negri, sehingga harganya relatip mahal bila dibandingkan dengan aspal keras.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :
RS ( Rapid Setting ) aspal emulsi paling cepat bereaksi
MS (Medium Setting) aspal emulsi lebih lambat bereaksi
SS (Slow Setting ) aspal emulsi paling lambat bereaksi


PENGUJIAN KUALITAS ASPAL
Cara menentukan kualitas aspal dapat dilihat dari besar kecilnya nilai Penetrasi, Berat jenis, Kelekatan aspal terhadap agregat, Titik nyala (clev and open cup) , Titik bakar, Titik lembek, Kelarutan dalam cairan Carbon Tetra Chlorida (CCL4) dan Daktilitas.

Penetrasi.
Yaitu angka yang menunjukkan kekerasan aspal yang diukur dari kedalaman masuknya jarum penetrasi yang diberi beban 100 gram selama 5 detik pada suhu ruang 25o C. semakin besar nilai penetrasinya, maka semakin lunak aspal tersebut dan sebaliknya.

Berat Jenis
Yaitu angka yang menunjukkan perbandingan berat aspal dengan berat air pada volume yang sama pada suhu ruang. Semakin besar nilai berat jenis aspal, maka semakin kecil kandungan mineral minyak dan partikel lain di dalam aspal. Semakin tinggi nilai berat jenis aspal, maka semakin baik kualitas aspalnya. Berat jenis aspal minimal sebesar 1,0000.

Kelekatan aspal terhadap agregat
Yaitu angka yang menunjukkan prosentase luasan permukaan agregat batu silikat yang masih terselimuti oleh aspal setelah agergat tersebut direndam selama 24 jam. Kelekatan aspal yang tinggi dapat diartikan bahwa aspal tersebut memiliki kemampuan yang tinggi untuk melekatkan agregat sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan. Nilai kelekatan aspal yang baik minimal sebesar 85 %.

Titik nyala aspal
Yaitu angka yang menunjukkan temperature (suhu) aspal yang dipanaskan ketika dilewatkan nyala penguji di atasnya terjadi kilatan api selama sekitar 5 detik. Syarat aspal AC 60/70 titik nyala sebesar minimal 200 oC



Titik bakar aspal
Yaitu angka yang menyatakan besarnya suhu aspal yang dipanaskan ketika dileawatkan nyala penguji diatas aspal terjadi kilatan api lebih dari 5 detik. Semakin tinggi titik nyala dan titik bakar aspal, maka aspal tersebut semakin baik. Besarnya nilai titik nyala dan titik bakar tidak berpengaruh terhadap kualitas perkerasan, karena pengujian ini hanya berhubungan dengan keselamatan pelaksanaan khususnya pada saat pencampuran (mixing) terhadap bahaya kebakaran.


Titik lembek aspal (Ring and Ball test)
Yaitu angka yang menunjukkan suhu (temparatur) ketika aspal menyentuh plat baja. Titik lembek juga mengindikasikan tingkat kepekaan aspal terhadap perubahan temperature, disamping itu titik lembek juga dipengaruhi oleh kandungan paraffin (lilin) yang terdapat dalam aspal. Semakin tinggi kandungan paraffin pada aspal, maka semakin rendah titik lembeknya dan aspal semakin peka terhadap perubahan suhu.




Kelarutan aspal dalam cairan Carbon Tetra Chlorida (CCl4)
Yaitu angka yang menunjukkan jumlah aspal yang larut dalam cairan CCl4 dalam prosen setelah aspal digoncang atau dikocok selama minimal 20 menit. Angka kelarutan aspal juga menunjukkan tingkat kemurnian aspal terhadap kandungan mineral lain. Semakin tinggi nilai kelarutan aspal, maka aspal semakin baik.

Daktilitas aspal
Yaitu angka yang menunjukkan panjang aspal yang ditarik pada suhu 25o C dengan kecepatan 5 cm/menit hingga aspal tersebut putus. Daktilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa aspal semakin lentur, sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan.
Syarat aspal yang baik adalah sebagai berikut:
No. Jenis Pemeriksaan Syarat Satuan
Pen 60/70 Pen 80/100
Min Maks Min Maks
1. Penetrasi 25oC, 5 det 60 79 80 99 0,1 mm
2. Titik lembek 48 58 46 54 oC
3. Titik nyala dan titik bakar 200 - 225 - oC
4. Kehilangan berat 163oC, 5 jam - 0,4 - 0,6 % berat
5. Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - % berat
6. Daktilitas 25oC, 5 cm/menit 100 - 100 - cm
7. Penetrasi setelah kehilangan berat 75 - 75 - % terhadap asli
8. Penetrasi aspal hasil ekstraksi benda uji 55 - 55 - % terhadap asli
9. Daktilitas aspal hasil ekstraksi benda uji 40 - 40 - cm
10. Berat jenis (25OC) 1 - 1 - -
Sumber : Depkimpraswil, 2000.

II. PEMILIHAN ASPAL
Aspal atau bitumen merupakan material untuk membuat perkerasan yang berfungsi sebagai pengikat apabila dicampur dengan agregat dan berfungsi sebagai perekat apabila digunakan sebagai Prime coat atau Tack coat.
Adapun klasifikasi aspal dapat dibedakan berdasarkan penetrasi, kekentalan, aspal cair dan aspal emulsi.

a. Klasifikasi aspal berdasarkan nilai penetrasi
nilai penetrasi adalah kedalaman jarum penetrasi dengan beban 100 gr selama 5 detik pada suhu 25 o C masuk ke dalam aspal dalam satuan 0,1 mm.
Jenis –jenis aspal berdasarkan nilai penetrasi adalah :

AC 40-50
AC 60-70 (100 gr / 5 dtk / 0,1 mm)
AC 85-100
AC 120-150
AC 200-300
Sedangkan klasifikasi aspal berdasarkan nilai penetrasi menurut British Standart (BS.3690) adalah sebagai berikut:
Pen. 15  5 Pen 70  10
Pen. 25  5 Pen 100  20
Pen. 35  7 Pen 200  30
Pen. 40  10 Pen 300  45
Pen. 50  10 Pen 450  65

b. Klasifikasi berdasarkan nilai kekentalan yang didapat dari uji kekentalan adalah sbb:
1) Saybolt Furol (SF)
Aspal suhu 60 o C mengalir melalui pipa  1/8” untuk mengisi labu dengan volume 60 ml. Waktu pengisian menunjukkan kekentalan SF (detik).
2) Kinematis dengan satuan Centi Stokes (cst)
3) Satuan cgs 1 gr/cm –sec, atau 1 dyne – sec/cm 3 , disebut poise (P)
S 1unit 1 pa –s (1N – s/m 2 ) disebut 10 P
4) Thin Film Oven Test yaitu kehilangan berat aspal dalam % berat
Rolling Thin Film Oven yaitu karakteristik aspal setelah RTFO test untuk menentukan grading aspal semula dinyatakan dalam AR (age residu ) –viscosity graded series.
Jenis –jenis aspal menurut kekentalannya adalah:
AC 2,5 Asphalt Cement – angka menunjukkan
AC 5 kekentalan pada 60 o C (140 o F) dalam satuan
AC 10 100an poises (toleransi  20%)
AC 20
AC 40
AR 1000 Age Residu – angka menunjukkan kekentalan
AR 2000 setelah uji RTFO pada suhu 60 o C ( 140 o F)
AR 4000 dalam satuan poises (toleransi  25 %)
AR 8000
AR 16000

c. Aspal cair
Aspal yang merupakan hasil olahan dari aspal keras yang dicairkan dengan menggunakan bahan pencair sepeti kerosen, bensin atau solar.
Aspal cair diklasifikasikan berdasarkan kecepatan penguapan (Rapid Curing, Medium Curing, Slow Curing). Jenis aspal cair terdiri dari:
Rapid Curing (RC) 0 30 angka menunjukkan kekentalan dalam satuan
Medium Curing (MC) 1 70 cst pada suhu 60 o C
Slow Curing (SC) 2 250
3 800
4 3000
5
d. Aspal Emulsi
yang dibuat dari aspal keras + Emulsifier + air
bila dilihat dari muatan listrik pada partikel aspalnya, aspal emulsi dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
- Kationik, yaitu apabila partikel aspalnya bermuatan listrik positif
- Anionik, jika partikel aspalnya bermuatan listrik negatif
- Nonionik, jika partikel aspalnya tidak bermuatan listrik (netral)
Adapun bila ditinjau dari kecepatan pengikatan terdiri dari 3 macam yaitu:
- Rapid setting (RS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan paling cepat,
- Medium Setting (MS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan menengah (medium)
- Slow setting (SS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan pengikatan paling lama.
Pemilihan jenis aspal disesuaikan dengan jenisnya pekerjaan yang akan dilakukan (CRS,CMS.CSS) tergantung kecepatan pengikatan
kelebihan :
- mudah pengerjaannya
- penggunaan alat bervariasi (dari alat berat sampai ringan)
- ramah lingkungan
- cocok untuk campuran dingin (Cold mix), Tack Coat dan Prime Coat
- paling cocok untuk slurry seal

Tabel 2.1 macam –macam aspal emulsi
Anionik Kationik BM
RS – 1
RS – 2
MS – 1
MS – 2
MS – 2h
CRS – 1 CRS – 2
-
CMS –2
CMS –2h
CMS – 2S MC – 1
MC – 2
MS – 1
MS – 2
MSK – 2h MCK – 1
MCK – 2
MSK – 1
MSK – 2
MSK – 2h C = cationik/cepat
R = rapid
M= medium/mengendap
S= slow/sedang
S=setting
h=harder base asphalt
HF= hot float (diukur dengan flaot test, dimungkinkan penggunaan film aspal tebal
S = solvent (more solvent than the orthers)
K = kationik/ kental

HF MS – 1
HF MS – 2
HF MS – 2h
HF MS – 2s
SS – 1
SS – 1h -
-
-
-
CSS – 1
CSS – 1h



ML – 1
ML – 1K





MLK – 1
MLK – 1h

e. Performance Grade Asphalt
PG 46 (-34, -40, -46) - angka depan menunjukkan suhu
PG 52 (-10, -16, -22, -28, -34, -40, -46) maksimum perkerasan
PG 58 (-16, -22, -28, -34, -40) - angka belakang menunjukkan suhu
PG 64 (-10, -16, -22, -28, -34, -40) minimum perkerasan
PG 70 (-10, -16, -22, -28, -34, -40) - pengujian aspal:
PG 76 (-10, -16, -22, -28, -34, ) 1. Ttk. Nyala (o C)
PG 82 (-10, -16, -22, -28, -34, ) 2. Kekentalan (cP)
3. DSR (oC)
4. Pav (o C)
5. DTT (oC)
6. RTFO residu (%)
7. TFO residu (%)
8. creep stiffness (oC)
T 20mm = (Tair – 0,00618 Lat 2 + 0,2289 Lat + 42,2) ( 0,9545) – 17,78
Tmin = 0,859 Tair + 1,7 o C
T20mm = suhu rencana perkerasan tertinggi, suhu 20 mm di bawah permukaan perkerasan
Tmin = suhu rencana perkerasan terendah, suhu di permukaan perkerasan.
Tair = suhu udara tertinggi rata-rata, 7 hari (o C) – untuk T
Suhu terendah rata –rata tahunan (o C) untuk T
Lat = lokasi perkerasan di garis lintang (derajat)

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pilihan jenis aspal yang akan digunakan dalam membuat perkerasan adalah:
1. faktor lalu lintas
2. faktor iklim
3. peralatan yang tersedia
4. gradasi agregat
5. jarak angkut
6. volume pekerjaan
7. tuntutan lingkungan
8. tenaga kerja
9. lain –lain

1. Faktor lalu lintas
Faktor lalu lintas akan mempengaruhi jenis aspal yang akan digunakan adalah jumlah lintasan lalu lintas yang diukur dengan ESAL (ekivalen standart axle load) dan kecepatan lalu lintas.

a. jumlah lintasan
Semakin banyak jumlah lintasan pada suatu jalan yang akan dibuat, maka jenis aspal yang akan digunakan harus mempunyai viskositas yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai penetrasi, karena nilai penetrasi yang rendah akan mempunyai nilai stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan nilai penetrasi yang tinggi.
Sebagai contoh untuk jalan negara atau jalan tol harusnya menggunakan aspal dengan nilai penetrasi 40 –70 ( misal AC 40-50 atau AC 60-70). Apabila perkerasan yang melayani beban lalu lintas yang cukup besar (>1 juta SAL) menggunakan aspal AC 80-100 atau penetrasi yang lebih tinggi, maka akibat yang ditimbulkan adalah akan terjadi kerusakan yang lebih cepat sebelum tercapai umur rencana. Adapun kerusakan yang mungkin terjadi diantaranya adalah fracture dan rutting.

b. kecepatan kendaraan (speed)
Kecepatan kendaraan akan mempengaruhi lama pembebanan terhadap perkerasan. Untuk perkerasan yang melayani kendaraan dengan kecepatan rendah seharusnya menggunakan aspal dengan nilai penetrasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perkerasan yang melayani kendaraan cepat. Sebagai contoh untuk perkerasan terminal dimana banyak kendaraan yang parkir, sehingga lama pembebanan terhadap perkerasan cukup tinggi, maka jenis aspal yang digunakan harus menggunakan aspal dengan penetrasi rendah misal AC 40-50 atau AC 60-70. Adapun pengaruh kecepatan terhadap perkerasan adalah sebagai berikut:
kecepatan akan mempengaruhi lama pembebanan dan berakibat pada perubahan temperatur perkerasan yang akan berpengaruh pada nilai E perkerasan.
nilai modulus kekakuan perkerasan sangat tergantung oleh modulus kekakuan aspalnya yang dipengaruhi oleh temperatur aspal dan lama pembebanan.
Akibat yang akan terjadi apabila salah dalam memilih aspal ditinjau dari kecepatan kendaraan adalah terjadinya kerusakan perkerasan jenis deformasi seperti bleeding dan rutting.
Untuk memilih aspal berdasarkan kecepatan lalu lintas apabila menggunakan aspal jenis Performance Grade diperlukan koreksi sbb:
a. untuk lalu lintas lambat dan beban berhenti seperti tempat parkir, terminal masing masing dinaikkan 1 grade.
b. Untuk jumlah lalu lintas (ESAL) 1 juta –30 juta atau >30 juta masing –masing dinaikkan 1 grade.

2. Iklim
Faktor iklim mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan jenis aspal yang akan digunakan. Faktor iklim tersebut meliputi:
a. panas/dingin yang berhubungan dengan suhu udara yang akan mempengaruhi suhu perkerasan
b. basah/kering yang akan mempengaruhi kadar air perkerasan.
c. Temperatur perkerasan yang dipengaruhi oleh temperatur udara dan letak geografis.
d. Ketinggian lokasi dari muka air laut yang akan mempengaruhi suhu udara dan tekanan udara yang akhirnya akan berpengaruh terhadap temperatur perkerasan.
Memilih aspal berdasarkan suhu udara berhubungan dengan nilai penetrasi, pada daerah dingin lebih cocok apabila digunakan aspal dengan penetrasi tinggi sedangkan pada daerah tropis lebih cocok menggunakan aspal penetrasi rendah (viskositas tinggi). Kerusakan perkerasan yang diakibatkan karena kesalahan pemilihan aspal pada kasus ini adalah bleeding, deformasi, rutting. Untuk mengatasi apabila aspal yang tersedia tidak sesuai yang diinginkan, maka dapat digunakan bahan aditive.

3. Peralatan yang tersedia (equipment) :
Peralatan untuk melaksanakan pekerjaan jalan yang harus dipertimbangkan dalam memilih aspal meliputi :
alat pencampur (AMP & molen)
alat penggelar
alat pemadat
alat yang akan digunakan akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan pemilihan jenis aspal. Semakin baik jenis alat yang digunakan maka semakin leluasa dalam memilih jenis aspal, tetapi apabila alat yang tersedia kurang memadai, maka jenis aspal yang digunakan harus memberikan kesempatan pangerjaan yang lebih lama. Sebagai contoh apabila dilapangan alat yang tersedia hanya alat sederhana (alat pencampur, penggelar, pemadat), maka aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 200,300 dst atau aspal cair jenis SC dsb.
Akibat yang ditimbulkan apabila terjadi kesalahan pemilihan aspal melihat alat yang tersedia, maka akan sulit untuk mendapatkan hasil yang optimal karena saat pencampuran, penggelaran, pemadatan tidak memenuhi syarat khususnya syarat temperatur pencampuran, penggelaran, pemadatan.



4. Gradasi agregat
Gradasi agregat dibedakan menjadi 3 yaitu : gradasi menerus (rapat), gradasi terbuka dan gradasi timpang. Gradasi terbuka maupun gradasi timpang memiliki rongga yang lebih besar jika dibandingkan dengan gradasi rapat, hal ini akan berpengaruh terhadap kemudahan aspal untuk memasuki rongga antar butiran agregat. Jenis aspal yang cocok untuk gradasi timpang maupun gradasi terbuka adalah aspal yang memiliki viskositas (kekentalan ) yang tinggi sedangkan untuk gradasi rapat jenis aspal yang cocok adalah aspal dengan kekentalan sedang sampai rendah. Disisi lain kebutuhan aspal pada gradasi timpang maupun gradasi terbuka akan membutuhkan aspal yang lebih besar jika dibandingkan dengan gradasi menerus, perbedaan tersebut disebabkan karena prosentase rongga antar agregat.

5. Jarak angkut antara AMP dengan lokasi pekerjaan.
Jarak angkut akan mempengaruhi dalam pemilihan jenis aspal, hal ini disebabkan karena jarak angkut yang cukup jauh memungkinkan terjadinya penurunan temperatur yang cukup besar sehingga untuk mendapatkan suhu pemadatan yang memenuhi syarat akan kesulitan. Tetapi apabila suhu pencampuran dinaikkan untuk mendapatkan suhu pemadatan yang sesuai dengan spesifikasi, maka aspalnya yang mengalami kerusakan akibat pemanasan yang berlebihan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam menentukan jenis aspal untuk jarak yang jauh seharusnya digunakan aspal yang tidak begitu peka terhadap perubahan temperatur, misal dengan menggunakan bahan aditive atau menggunakan aspal cair maupun aspal emulsi.

6. Volume pekerjaan
Volume pekerjaan dibedakan antara volume kecil dan volume besar, hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan jenis aspal yang akan digunakan. Untuk pekerjaan dengan volume kecil tentunya alat yang digunakan untuk mencampur, menggelar maupun untuk memadatkan adalah alat yang sederhana, sehingga aspal yang digunakan cukup aspal yang memungkinkan digunakan alat yang sederhana tersebut. Jenis aspal yang cocok untuk kasus ini adalah aspal cair, aspal emulsi maupun aspal Buton.

7. Tuntutan lingkungan
Tuntutan lingkungan menyangkut hal apakah dalam melaksanakan pekerjaan jalan tersebut menimbulkan polusi yang dapat mengganggu lingkungan dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Sebagai contoh pekerjaan jalan pada sebuah rumah sakit, apabila aspal yang digunakan merupakan aspal yang dapat menimbulkan polusi saat pelaksanaan, maka akan mengganggu pasien. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat digunakan aspal cair atau aspal emulsi yang dicampur secara dingin (Cold mix) sehingga tidak menimbulkan polusi yang cukup besar.

8. Buruh (labour)
Tenaga kasar (buruh) sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan jenis aspal yang akan digunakan. Hal ini disebabkan karena tenaga kasar yang tidak terlatih akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan penggelaran sehingga dimungkinkan akan terjadi penurunan suhu yang cukup besar yang berakibat suhu pemadatan menjadi rendah. Hal ini berarti bahwa sebelum pemadatan dilakukan telah terjadi ikatan awal dan akhirnya akan menyebabkan hasil pemadatan yang kurang baik. Untuk mengatasi hal ini, maka aspal yang digunakan sebaiknya aspal yang kurang peka terhadap perubahan suhu ( dapat digunakan bahan aditive yang sesuai) atau menggunakan aspal emulsi maupun aspal cair.







AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan sekaligus sebagai bahan pendukung dalam campuran lapis perkerasan jalan. Kandungan agregat di dalam lapis perkerasan jalan berkisar antara 90% - 95% (bila dihitung berdasarkan persentase berat) dan berkisar antara 75% - 85% (bila dihitung berdasarkan persentase volume). Maka akibatnya kestabilan serta mutu perkerasan jalan lebih ditentukan oleh sifat agregat dan kualitas campuran antara agregat dengan material lainnya.

1. Ukuran Agregat
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan dida sarkan kepada ukuran diameter butir. Untuk mengetahui ukuran butiran dikenal beberapa ukuran saringan sbb:

# 1,5 “ # No 4 = 4,75 mm # No 80 = 0,177 mm
# 1,0 “ # No 8 = 2,36 mm # No 100 = 0,15 mm
# ¾ “ # No 10 = 2,0 mm # No 120 = 0,12 mm
# ½ “ # No 30 = 0,6 mm # No140 = 0,105 mm
# No 40 = 0,42 mm # No 200 = 0,075 mm
# No 60 = 0,25 mm

Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan atas tiga bagian besar :
Menurut ASTM
 Agregat kasar, yaitu butiran yang tinggal di atas saringan no 4 atau agregat dengan diameter > 4,75 mm
 Agregat halus, butiran yang terletak antara saringan No. 4 - No. 200 atau terletak antara diameter 4,75 mm - 0,075 mm
 Agregat pengisi / abu batu / filler, adalah butiran yang lewat saringan 200
Menurut AASHTO :
 Agregat kasar, yaitu butiran yang tinggal di atas saringan No. 10, atau agregat yang berdiameter > 2mm
 Agregat halus, butiran yang terletak antara saringan No.10 - No. 200 atau terletak antara diameter 2,0 mm - 0,075 mm
 Agregat pengisi / abu batu / filler, adalah butiran yang lewat saringan 200
Bila dilihat dari proses terbentuknya, agregat dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu Agregat Alami dan Agregat Buatan.

Agregat Alami
Yaitu agregat yang sudah terbentuk secara alamiah, jadi agregat ini telah mengalami pengecilan butiran karena proses alam. Sebagai contoh kerikil yang terdapat di sungai yang mengalir. Kerikil ini mengalami pengikisan pada dinding luarnya akibat gesekan-gesekan dengan material lainnya di sungai, sehingga biasanya bentuk dari kerikil sungai agak bulat-bulat / agak tumpul.

Agregat Buatan
Disebut Agregat Buatan karena keberadaannya akibat rekayasa manusia. Misal Split, batu pecah dll. Material ini diperoleh dari hasil pemecahan alat pemecah batu (stone crusher)
Agregat buatan yang kedua yaitu agregat yang dahulunya tidak ada kemudian dibuat menjadi ada ( aficial agregat )
Agregat ini biasanya memiliki kualitas yang baik dan bentuk yang baik, karena kuaitas dan bentuk dapat ditentukan pada saat proses pembuatan. Jenis agregat ini antara lain:
Slag ( agregat yang terbuat dari limbah nikel)
Klelet (agregat yang terbuat dari limbah pengecoran logam)
ALWA (Artificial Light Weight Aggregate) yaitu agregat yang terbuat dari tanah lempung yang dibakar pada suhu tertentu.
Agregat dari pecahan genting beton
dll
2. Bentuk Agregat
Bentuk dari agregat sangat penting untuk di bahas mengingat bentuk dari agregat akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kestabilan lapis perkerasan yang dibentuk oleh agregat itu sendiri.
Bentuk dari agregat akan berpengaruh terhadap kemampuan geser, saling mengunci diantara agregat, yang pada akhirnya akan berpengaruh langsung kepada kestabilan perkerasan.

- Bulat (rounded)


D




Yaitu agregat yang mempunyai diameter ke segala arah relative sama.
Agregat yang berbentuk bulat bila dilihat dari proses terbentuknya termasuk Agregat Alami. Bentuk agregat semacam ini banyak dijumpai di sungai-sungai. Bentuk yang bulat ini diakibatkan oleh adanya pengikisan oleh air dan material kecil lainnya, atau oleh gesekan sesama batuan, sehingga menyebabkan keausan pada dinding luar batuan yang pada akhirnya dapat menyebabkan bentuk menjadi tumpul dan bulat. Ada beberapa kelemahan pada agregat bulat bila dipakai untuk konstruksi perkerasan antara lain:
a. luas bidang kontak sesama agregat kecil
b. kemampuan mengunci sesama agregat kecil
c. akibat a dan b sesama agregat mudah tergelincir
Oleh karena itu perkerasan yang memakai agregat yang berbentuk bulat tidak akan memiliki stabilitas tinggi. Disarankan untuk agregat bulat hanya dipakai pada konstruksi perkerasan klas menengah dan bawah.

- Lonjong (elongated)

D2
D1



D1/D2 > 1,8


Agregat berbentuk lonjong banyak dijumpai di sungai atau di bekas endapan sungai. Agregat dapat dikatakan lonjong bila ukuran terpanjangnya > 1,8 kali diameter rata-rata. Pada umumnya sifat mekanis yang ada pada agregat lonjong hampir sama dengan agregat yang berbentuk bulat. Sehingga agregat yang berbentuk lonjong juga tidak menguntungkan bila dijadikan bahan untuk perkerasan yang bermutu tinggi.

- Kubus (cubical)
Ada juga yang mengatakan agregat berbentuk kubus itu dengan agregat bersudut.
Agregat berbentuk kubus akan banyak dijumpai pada material yang dihasilkan dari mesin pemecah batu (stone crusher).
Kelebihan agregat berbentuk sudut ini terhadap konstruksi perkerasan jalan :
a. luas bidang kontak sesama agregat relatif tinggi
b. kemampuan mengunci (interlocking) antar agregat tinggi
c. akibat a dan b antar sesama agregat sulit tergelincir
Akibat hal diatas maka perkerasan yang memakai agregat yang berbentuk kubus/bersudut akan memiliki stabilitas yang tinggi, dan bahan ini sangat cocok untuk perkerasan yang bermutu tinggi.

D1
D2
D3



D1 = D2 = D3

- Pipih

D1
D2

D1 = 0,6 x D2

Agregat dikatakan pipih bila agregat tersebut memiliki diameter terpendek maksimal 0,6 kali diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih akan mudah pecah pada saat pencampuran, pemadatan, ataupun akibat beban lalu-lintas. Di samping itu kepipihan agregat berpengaruh jelek terhadap daya tahan lapis keras, karena agregat ini pada kedudukan rata air (horisontal) mudah menjebak gelembung udara sehingga akan memperbesar rongga udara pada campuran.
Oleh karena itu banyaknya agregat pipih biasanya dibatasi, disarankan jumlah agregat pipih tidak lebih dari 15%.

3. Tekstur Agregat
Tekstur agregat diartikan sebagai kondisi alamiah permukaan agregat yang berhubungan dengan kekasaran dan kehalusan.
Pada umumnya tekstur agregat dapat dibedakan atas beberapa tingkatan :
 sangat halus / licin (glassy)
 halus (smooth)
 granular
 kasar (rough)
 berkristal (crystalline)
 berpori
 berlubang-lubang.
Tekstur permukaan akan sangat tergantung kepada kekerasan bahan dasar, ukuran molekul, dan besar gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah mempengaruhi tekstur permukaan tersebut.
Bahan agregat yang keras, padat, berbutir kecil-kecil umumnya menjadikan permukaan butiran agregat bertekstur halus.
Biasanya untuk kebutuhan lapis perkerasan, agregat yang paling disukai adalah jenis perkerasan yang bertekstur kasar.
Kelebihan agregat bertekstur kasar :
 mempunyai kekuatan geser yang besar
 ikatan antar partikel lebih kuat sebab bahan ikat (aspal) lebih kuat di dalam mencengkeram agregat.
Akibat dari dua hal di atas maka campuran akan bersifat :
 mempunyai stabilitas tinggi
 lebih mampu menahan deformasi yang akan timbul akibat gaya-gaya yang berasal dari luar.
Daya Lekat Terhadap Aspal
Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua bagian yaitu :
a. Sifat mekanis yang tergantung pada
 kadar pori dan absorbsi
 bentuk dan tekstur permukaan
 ukuran butiran
b. Sifat kimiawi agregat
Agregat berpori akan menyerap aspal lebih baik, sehingga ikatan antara aspal dengan agregat biasanya baik. Agregat yang berpori terlalu banyak akan menyerap aspal lebih banyak, sehingga aspal yang menyelimuti agregat akan lebih tipis hal ini akan mengakibatkan cepat lepasnya ikatan antara agregat dengan aspal. Oleh karena itu bila didalam campuran terlalu banyak mengandung agregat berpori dapat menurunkan durabilitas campuran.
Di samping itu agregat berpori umumnya lebih mudah pecah/hancur.
Untuk mengetahui pori - pori dapat didekati dengan menghitung banyaknya air yang dapat terserap / terabsorbsi oleh agregat.
Untuk itu dapat didekati dengan rumus seperti yang tersebut di bawah ini :
Penyerapan = (Bj - Bk)/Bk x 100%
Bk = Berat benda uji kering oven
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh
Biasanya agregat untuk lapis perkerasan besarnya penyerapan dibatasi maksimal 3% dan nilai kelekatan agregat terhadap aspal yang disyaratkan minimal sebesar 95%.
Daya Tahan Agregat
Yang dimaksud dengan daya tahan agregat adalah kemampuan agregat untuk mempertahankan diri terhadap kehancuran baik oleh gaya-gaya mekanis ataupun oleh pengaruh kimia.
Akibat hal di atas maka dikenal dua pengertian :
 degradasi, didefinisikan sebagai kehancuran agregat menjadi pertikel yang lebih kecil akibat oleh gaya mekanik yang dapat terjadi pada saat penimbunan, pemadatan, ataupun oleh beban lalu-lintas.
 disintegrasi, didefinisikan sebagai pelapukan pada agregat menjadi butir-butir halus akibat pengaruh kimiawi/alam seperti kelembaban, dan pengaruh perbedaan temperatur yang ber ulang-ulang (siang dan malam).
 Segregasi, yaitu pisahnya agregat antara agregat yang berukuran besar dengan agrgat yang berukuran kecil karena adanya perbedaan berat butiran. Hal ini bisa terjadi karena penimbunan yang terlalu tinggi (lebih dari 3 m) atau karena penuangan dari dumptruk yang terlalu tinggi.
Agregat yang akan digunakan sebagai bahan lapis keras haruslah mempunyai ketahanan terhadap degradasi dan disintegrasi dan pada saat pelaksanaan harus dihindarkan dari kemungkinan terjadinya segregasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi antara lain :
 jenis agregat, agregat yang lunak akan mengalami degradasi yang lebih besar bila dibandingkan dengan agregat yang keras.
 gradasi, gradasi terbuka mempunyai tingkat degradasi yang lebih besar bila dibandingkan dengan gradasi rapat.
 bentuk agregat, agregat bulat akan mengalami degradasi yang lebih besar bila dibandingkan dengan agregat berbentuk kubus/bersudut.
 ukuran partikel, partikel yang lebih kecil mempunyai tingkat degradasi yang lebih kecil dari pada partikel yang besar.
 energi pemadatan, degradasi akan terjadi lebih besar pada pemadatan dengan energi pemadatan yang lebih besar.


4. Penentuan Tingkat Ketahanan
Ketahanan agregat terhadap penghancuran (degradasi) dapat diperiksa dengan menggunakan alat untuk melihat keausan yaitu alat abrasi Los Angeles (Los Angeles Abrasion Test).
Agregat yang akan diperiksa ditetapkan dulu gradasinya dan dibersihkan dari kotoran (tanah, lumpur dll). Sebelum dimasukkan ke dalam mesin abrasi, agregat terlebih dulu ditimbang dan ditetapkan beratnya. Setelah dicatat beratnya, agregat kemudian dimasukkan ke dalam mesin abrasi bersama dengan bola-bola baja yang jumlahnya sudah ditentukan. Kemudian mesin abrasi Los Angeles diputar dengan kecepatan sekitar 30 - 33 rpm selama 500 putaran. Setelah selesai agregat dikeluarkan dari mesin abrasi kemudian disaring dengan saringan No. 12. Nilai akhir dinyatakan dengan persen merupakan hasil perbandingan antara berat benda uji yang telah lolos dari saringan No. 12 dengan berat benda uji semula sebelum dimasukkan ke dalam mesin abrasi.
Semakin tinggi nilai persentase benda uji, berarti bertambah besar pula degradasi pada agregat.
Sebagai pedoman dasar di dalam pelaksanaan pemakaian di lapangan, telah diambil patokan sebagai berikut :
 Nilai abrasi < 30 % berarti agregat baik dipakai pada lapis keras sebagai bahan lapis penutup
 Nilai abrasi < 40 % berarti agregat baik dipakai pada lapis keras sebagai bahan lapis fondasi atas
 Nilai abrasi < 50 % berarti agregat baik dipakai pada lapis keras sebagai bahan lapis fondasi bawah.
Ketahanan agregat terhadap kehancuran akibat pelapukan (disintegrasi) pada umumnya diperiksa dengan menggunakan Saundness.
Agregat yang akan diperiksa nilai pelapukannya dicuci dulu untuk menghilangkan kotoran, kemudian dikeringkan sampai kering dan ditimbang. Setelah dicatat beratnya, agregat direndam ke dalam larutan kimia Natrium Sulfat atau Sodium Sulfat sampai jenuh. Agregat kemudian dicuci dan direndam lagi ke dalam larutan kimia berulang-ulang sampai lima kali.
Dengan direndamnya agregat ke dalam Natrium Sulfat, maka secara alamiah larutan kimia tersebut akan masuk ke dalam pori-pori agregat, karena proses kimia, agregat yang tidak kuat akan mengalami kehancuran/pelapukan. Kehilangan berat akibat perendaman dinyatakan ke dalam persen.
Untuk agregat dengan nilai soundness  12% menunjukkan bahwa agregat cukup tahan terhadap pengaruh cuaca dan dapat dipergunakan sebagai lapis permukaan.
Besar kecilnya nilai soundness sangat dipengaruhi oleh jenis kandungan mineral sebagai bahan pendukung pokok agregatnya.

5. Gradasi Agregat.
Yang dimaksud dengan gradasi agregat adalah kombinasi ukuran diameter agregat dalam dalam suatu campuran.
Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis :
a. Gradasi seragam (uniform graded)
Adalah agregat di dalam campuran yang memiliki diameter butiran yang hampir sama. Kalaupun mengandung agregat halus, jumlahnya tidak dapat untuk mengisi rongga antar agregat.
Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan suatu perkerasan yang mempunyai sifat sebagai berikut :
 stabilitas rendah
 fleksibilitas tinggi
 berat volume kecil
Pengalaman di lapangan, gradasi seragam biasanya dihindari untuk segala macam jenis perkerasan karena gradasi seragam membutuhkan banyak aspal, sehingga biaya konstruksi dapat menjadi mahal.
b. Gradasi rapat (dense graded)
Adalah agregat di dalam campuran yang memiliki gradasi kasar sampai dengan gradasi halus dalam porsi yang seimbang atau agregat yang memiliki diameter butiran dari mulai butiran yang kasar sampai dengan yang halus semuanya terdapat dalam keadaan yang seimbang. Oleh karena itu gradasi rapat sering juga disebut sebagai gradasi baik (well graded) atau dapat juga disebut sebagai gradasi menerus (continuous graded). Perkerasan dengan agregat yang bergradasi rapat akan menghasilkan suatu perkerasan dengan sifat sebagai berikut :
 stabilitas tinggi
 fleksibilitas rendah
 berat volume tinggi
Oleh karena itu perkerasan yang menggunakan agregat bergradasi menerus biasanya meliputi jenis perkerasan bermutu tinggi dengan kemampuan yang tinggi pula sehingga sangat cocok untuk jalan-jalan yang dilewati kendaraan-kendaraan berat dengan frekuensi yang tinggi pula. Pada jenis perkerasan ini, bahan agregat yang dipakai juga harus bermutu tinggi, sebab sebelum mendapat tekanan dari beban lalu-lintas di atasnya, masing-masing agregat sudah mendapatkan tekanan yang besar dari hasil pemadatan sebelumnya serta oleh adanya kemampuan saling mengunci antar agregat yang baik. Sehingga pada saat diberi beban akibat berat lalu-lintas, tegangan antar agregat menjadi lebih besar. Kalau mutu agregat kurang bagus maka kemungkinan agregat akan mengalami kehancuran, sehingga akan dapat berakibat terjadinya kerusakan pada konstruksi perkerasan. Pada agregat bergradasi baik biasanya memiliki rongga antar butiran sangat kecil. Sehingga aspal yang terkandung di dalamnya biasanya dalam jumlah yang terbatas.
c. Gradasi buruk (poorly graded)
Biasa juga disebut sebagai gradasi terbuka atau gradasi senjang.
Bahan ini merupakan campuran agregat dengan satu fraksi yang hilang atau terdapat satu fraksi dengan jumlah yang sedikit. Agregat yang bergradasi senjang akan menghasilkan suatu perkerasan yang bersifat :
 fleksibilitas tinggi
 stabilitas lebih rendah (bila dibanding dengan gradasi rapat)
 berat volume lebih rendah (bila dibanding dengan gradasi rapat)
Karena ada salah satu fraksi yang hilang, maka perkerasan yang menggunakan gradasi terbuka biasanya kemampuan penguncian antar butiran kurang sehingga mudah terjadi deformasi antar butiran. Pengalaman di lapangan, untuk meningkatkan stabilitas dapat digunakan filler dengan komposisi tertentu (terlalu banyak justru akan menurunkan stabilitas).

FILLER
Filler adalah salah satu dari bahan lapis keras yang berupa butiran yang lolos saringan No. 200. Fungsi filler adalah sebagai bahan pengisi rongga-rongga antar agregat. Filler yang bercampur dengan aspal akan mengisi rongga-rongga antar agregat, hal ini akan berakibat naiknya stabilitas lapis keras, yang sekaligus akan dapat menurunkan fleksibilitasnya.
Ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan filler antara lain :
• Abu batu
• Semen
• Kapur
• Pasir halus dll

III. LAPIS KERAS LENTUR
Pada prinsipnya lapis keras lentur terdiri dari beberapa bagian , dan bila diambil urutan dari atas susunannya adalah sebagai berikut :
• Lapis permukaan (surface course)
• Lapis fondasi atas (base course)
• Lapis Fondasi bawah (subbase course)
• Tanah dasar (subgrade)

surface course
base course

subbase course

compacted subgrade

natural subgrade

Gambar 3.1. Lapisan pada lapis keras lentur
1. Lapis Permukaan (surface course)
Merupakan lapis yang paling atas dan berfungsi sebagai :
• Penahan beban roda, lapisan yang pertama kali menerima beban langsung dari roda kendaraan. Lapisan ini harus memiliki stabilitas yang cukup serta fleksibilitas tinggi.

• Lapis kedap air, harus mampu menahan air supaya tidak meresap kedalam badan jalan.
• Lapis aus, yaitu lapisan yang mudah menjadi aus sehingga akan dapat melindungi ban karet kendaraan dari pengaruh gesekan dengan jalan.
• Lapis yang mampu menyebarkan beban kendaraan ke lapis yang ada di bawahnya.
Adapun jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

a. Lapis bersifat non struktural, yaitu berfungsi sebagai lapis aus dan kedap air antara lain :
 Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm
 Burda (Laburan Aspal Dua Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat yang diulang dua kali ber turut-turut maksimum tebal padat 3,5 cm
 Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas. Lapisan ini ditujukan untuk lapis permukaan pada jalan-jalan dengan lalu-lintas ringan, khususnya untuk daerah yang sulit menyediakan bahan agregat kasar. Campuran latasir biasanya memerlukan tambahan filler agar memenuhi kebutuhan akan sifat-sifat yang disyaratkan. Ketebalan tidak boleh terlalu banyak, khususnya pada jalan-jalan dengan lalu-lintas berat serta pada daerah tanjakan, sebab untuk latasir yang terlalu tebal akan mudah terjadi deformasi.
Sifat-sifat yang dimiliki antrara lain
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas rendah
• keawetan cukup tinggi untuk lalu-lintas ringan.
 Latasbum (Lapis Tipis Asbuton Murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran aspal Buton dengan bahan pelunak dengan perbandi
ngan tertentu yang dicampur secara dingin, tebal padat maksimum 1 cm.
 Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras yang dicampur, dihampar, dan dipadatkan dalam keadaan panas, tebal padat antara 2,5 - 3 cm. Lataston digunakan pada lapis permukaan pada jalan-jalan yang memikul lalu-lintas ringan sampai sedang . Lataston memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas kurang menonjol
• ketahanan terhadap kelelahan cukup tinggi, sehingga memiliki durabilitas/keawetan yang tinggi

b. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda :
 Penetrasi Makadam /Lapen, merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka yang diikat dengan aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Aspal yang digunakan adalah dari jenis aspal cair.
 Lasbutag merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat, aspal Buton dengan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin, tebal padat maksimum 3- 5 cm. Agregat yang dipakai sebaiknya bergradasi menerus.
 Laston (Lapis Aspal Beton) merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari cmapuran agregat bergradasi menerus/tertutup dengan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dengan suhu panas. Lapis perkerasan ini banyak digunakan pada lapis permukaan jalan yang melayani lalu lintas berat, pada daerah tanjakan, pertemuan jalan, dll.
Laston memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas kurang menonjol
• stabilitas tinggi
Dari sekian banyak jenis lapis keras di atas, yang termasuk keluarga aspa panas (hot mix) adalah : latasir, lataston, dan laston.

2. Lapis Fondasi
Lapis fondasi adalah lapis perkersan yang terletak di bawah lapis permukaan yang berfungsi sebagai lapis yang mampu menyebarkan gaya-gaya yang berasal dari roda kendaraan. Tambah tebal fondasi, gaya-gaya yang disebarkan fondasi ke tanah dasar lebih luas.
Lapis fondasi dibagi menjadi dua lapis, yaitu Lapis Pondasi Atas (LPA) dan Lapis Pondasi Bawah (LPB). Bahan lapis fondasi yang banyak dipakai adalah Sirtu (pasir batu) klas A untuk LPA dan Sirtu klas B untuk LPB. Sirtu klas A memiliki kekerasan serta gradasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan sirtu klas B. Oleh karena itu harganya lebih mahal sirtu klas A. Tujuan dari pembedaan mutu semata-mata karena alasan efisiensi.
P
LPA
LPB

Gambar 3.2. Penyebaran gaya oleh lapis fondasi
Dengan adanya penyebaran gaya oleh lapis fondasi, maka tegangan pada LPA akan lebih besar bila dibandingkan dengan tegangan pada LPB, sehingga mutu bahan pada LPA harus lebih baik bila dibandingkan dengan mutu bahan pada LPB.
Tabel 3.1. Gradasi agregat pada lapis fondasi

Macam ayakan Persen berat lolos Persen berat lolos
(mm)
Klas A Klas B
63 100 100
37,5 100 67 - 100
19 65 - 81 40 - 100
9,5 42 - 60 25 - 80
4,75 27 - 45 16 - 66
2,36 18 - 33 10 - 55
1,18 11 - 25 6 - 45
0,425 6 - 16 3 - 33
0,075 0 - 8 0 - 20
Sumber DPU, 1988
Disamping bahan agregat diatas, jenis lapis fondasi yang sering dipakai di Indonesia antara lain adalah :
• Fondasi Makadam, yaitu fondasi yang kekuatannya berdasarkan tumpuan pada material
• Fondasi Telford, yaitu fondasi yang kekuatannya berdasarkan pada kekuatan gesekan antar material
• Penetrasi Makadam (Lapen)
• ATB (Asphalt Treated Base)
• dll
Dalam perjalanannya, komposisi lapis keras mangalami perkembangan. Salah satu susunan lapis keras lentur dapat dilihat seperti yang tampak di bawah ini :


wearing course
binder course
base course
subbase course
compacted subgrade
natural subgrade

Gambar 3.3. Perkembangan lapis keras lentur

Wearing cource berfungsi sebagai lapis aus dengan ciri fleksibilitasnya tanggi, dan stabilitasnya dibatasi. Bahannya dapat dipakai Lataston/HRS. Untuk binder course memiliki ciri fleksibilitas rendah tapi stabilitasnya tinggi. Bahannya dapat dipakai Lataston ataupun Laston.

3. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Di bawah lapis fondasi bawah terdapat lapis tanah dasar (subgrade) yang
merupakan lapis tanah asli yang dipadatkan agar memenuhi persyaratan tertentu Untuk tanah dasar yang kurang memenuhi persyaratan dapat dilakukan dua cara yaitu
• Stabilisasi tanah agar daya dukungnya meningkat
• Penggantian bahan tanah dasar dengan tanah yang bekualitas lebih baik
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Masalah-masalah yang sering muncul pada tanah dasar antara lain :
• Tanah kurang mampu untuk mendukung beban lalu-lintas, sehingga terjadi lendutan pada lapis perkerasan
• Terjadinya kembang susut yang besar akibat adanya pengaruh air
• Tidak meratanya daya dukung tanah dasar yang diakibatkan oleh tidak homo gennya bahan tanah dasar atau mungkin akibat adanya faktor geologi.

IV. ALAT PEMERIKSAAN MARSHALL
Kinerja campuran beton aspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshal. Alat uji Marshall pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, yang untuk selanjutnya dikembangkan oleh US. Corp of Engineer.
Ada beberapa hal yang dapat diperiksa olah alat ini antara lain :

a. Stabilitas.
Stabilitas diartikan sebagai kemampuan lapis perkerasan dalam menerima beban lalu-lintas tanpa terjadi deformasi permanen seperti gelombang, alur atau retak. Stabilitas sangat tergantung antara lain oleh :
 jumlah serta beban pemadatan pemadatan
 gradasi dan penguncian antar agregat
 kekerasan agregat
 kadar serta viskositas aspal
 gesekan antar agregat
 jumlah rongga antar agregat
 kohesi / daya ikat antar campuran
Satuan untuk stabilitas memakai satuan berat yaitu kg.
Stabilitas yang terlalu tinggi juga kurang baik mengingat perkerasan akan menjadi kaku dan bersifat getas.

b. Kepadatan (density)
Density menunjukkan besarnya kepadatan suatu campuran yang telah dipadatkan. Semakin besar nilai density menunjukkan bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai density dipengaruhi oleh :
 gradasi bahan penyusunnya
 jumlah pemadatan
 temperatur pemadatan
 kadar aspal dalam campuran
Dengan semakin meningkatnya kadar aspal, jumlah aspal yang dapat mengisi rongga antar butir semakin besar, sehingga campuran menjadi semakin rapat dan padat sebab aspal akan akan berfungsi sebagai pelicin, sehingga memudahkan butiran untuk mengisi rongga-rongga pada saat dipadatkan. Tapi rongga antar butiran jumlahnya terbatas tergantung dari type gradasinya, sehingga penambahan aspal yang berlebihan pada campuran justru akan menyebabkan se olah-olah butiran akan mengambang di dalam aspal yang akan menyebabkan volume campuran akan meningkat. Nilai density adalah merupakan perbandingan dari massa dibagi dengan volume, sehingga penambahan volume yang tidak sebanding dengan penambahan masa dapat menyebabkan penurunan nilai density campuran. Satuan untuk density adalah gr/mm2

c. Kelelehan (flow)
Kelelehan menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis keras akibat beban yang diterimanya. Nilai flow yang tinggi menandakan campuran bersifat plastis, dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat adanya beban. Sebaliknya nilai flow yang rendah maka campuran akan bersifat kaku dan getas tidak akan mempu mengikuti deformasi akibat oleh beban yang diderita, dan biasanya durabilitasnya (keawetannya) akan rendah juga. Nilai flow banyak dipengaruhi oleh:
 kadar dan viskositas aspal
 gradasi agregat
 pemadatan
Biasanya nilai flow ini selalu berseberangan dengan stabilitas. Tambah tinggi nilai flow maka stabilitas nilainya akan turun. Flow memakai satuan mm.
d. Marshall Quotient
Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan kelelehan (flow). Semakin besar nilai MQ, maka campuran akan bersifat kaku. Dan sebaliknya semakin kecil nilai MQ, maka lapisan akan bersifat lentur/plastis.
Untuk jalan yang dilewati oleh kendaraan berat serta folume yang padat biasanya disyaratkan untuk memiliki nilai MQ yang tinggi.
Secara otomatis, nilai MQ akan dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan nilai flow. MQ memakai satuan kg/mm.

e. VFWA (Void Filled With Asphalt)
VFWA akan menunjukkan persen aspal yang terdapat di dalam rongga antar butiran. Semakin besar nilai VFWA maka semakin banyak aspal yang terisi di dalam rongga, sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara semakin besar pula. Tapi bila jumlah aspal didalam campuran melebihi jumlah rongga, maka akan terjadi bleding (peristiwa keluarnya aspal dari campuran). Sebaliknya semakin kecil nilai VFWA, maka kekedapan perkerasan terhadap air dan udara akan semakin kecil pula, sehingga aspal akan mudah teroksidasi, sehingga keawetan akan berkurang.
Nilai VFWA sangat dipengaruhi oleh :
 jumlah aspal
 gradasi agregat
 pemadatan

f. VITM (Void In The Mix)
VITM menunjukkan banyaknya pori dalam campuran. Semakin besar nilai VITM menunjukkan semakin porous campuran, sehingga aspal akan cepat teroksidasi, sehingga keawetan menurun. Nilai VITM yang terlalu rendah juga kurang menguntungkan, karena tidak menyediakan rongga yang cukup bila terjadi pemadatan tambahan akibat beban lalu-lintas. Biasanya nilai VITM akan selalu berseberangan dengan nilai VFWA, artinya tambah besar nilai VFWA maka nilai VITM akan semakin turun, demikian pula sebaliknya.

V. BAHAN TAMBAH
Yang dimaksud dengan bahan tambah adalah bahan atau material yang ditambahkan ke dalam campuran selain bahan dasar (agregat dan aspal) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas campuran.
Bahan tambah seharusnya hanya berguna kalau sudah ada evaluasi yang teliti tentang pengaruhnya terhadap mutu perkerasan.
Dalam hal-hal yang meragukan terutama untuk pekerjaan-pekerjaan khusus perlu dilakukan pemeriksaan dengan dilakukan pembuatan benda-benda uji yang nantinya akan dilakukan percobaan dilaboratorium.
Bahan tambah biasanya hanya diberikan dalam jumlah yang sedikit serta harus dilakukan pengawasan yang ketat agar jumlahnya tidak berlebihan yang justru dapat mengakibatkan menurunkan kualitasnya.
Sehubungan dengan adanya bahan tambah, pemeriksaan benda uji yang dilakukan paling tidak dengan dilakukan pengujian marshall.
Biasanya bahan tambah yang baik digunakan pada campuran lapis keras adalah bahan yang banyak mengandung silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) sebagai bahan utama yang memiliki sifat pozolan, yaitu suatru sifat bahan yang bila diberi air memiliki sifat plastis dan mudah dibentuk, tapi pada saat mengering bersifat keras sulit untuk deformasi.
Dengan diberikannya bahan tambah, biasanya akan terjadi peningkatan stabilitas, density, serta memperkecil VITM.
Jenis bahan tambah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja lapis keras al:
Abu terbang (fly ash)
Semen
Abu vulkanik
Kapur
Abu sekam
Sulfur (belerang)

1. Fly ash
Fly ash (abu terbang) asalah abu yang dihasilkan dari sisa pembakaran batu bara. Fly ash ini memiliki ukuran butiran yang sangat halus dan berwarna terang ke abu-abuan. Struktur dan ukuran butiran fly ash bervariasi, hal ini sangat tergantung dari komposisi kimia, temperatur pembakaran, dan waktu tinggal. Secara umum ukuran butiran fly ash berkisar antara 0,1 - 200 m (mikron).
Fly ash banyak terdapat pada pabrik-pabrik atau pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan batubara. Bahan ini belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan bangunan, untuk sementara masih merupakan limbah/ bahan buangan yang belum memiliki nilai ekonomis. Di P. Jawa banyak dijumpai di Pembangkit Tenaga Listrik Paiton Jawa Timur.
Secara mineralogi, komposisi fly ash terbagi dalam empat kolompok, yaitu :
1. Fasa gelas yang merupakan allumuniumsilica gelas yang membuat fly ash memiliki sifat sebagai Pozolan
2. Fasa kristal yang terdiri dari mulit, a-kuarsa, hematit, magnetit, deposit atau walastonit.
3. Komponen sekunder, yang biasanya terdiri dari sisa karbon, kapur bebas (CaO) dan MgO
4. Unsur-unsur jejak/sampingan (trace element) misal Pb, Cd, As dll, untuk setiap fly ash memiliki kandungan yang berlainan.
Secara kimiawi, komposisi fly ash terdiri dari berbagai masam unsur yaitu:

NO Komposisi Jumlah (%)
1 SiO2 62,68
2 Al2O3 20,60
3 TiO2 2,38
4 Fe2O3 4,55
5 CaO 2,96
6 Na¬2O 3,20
7 K2O 0,36
8 MgO 0,85
9 P2O3 0,40
10 H2O 0,25
11 HD (inclu de) H2O 1,77

BJ fly ash = 2,14 gr/cc
Penambahan fly ash dengan persentase tertentu pada campuran perkerasan dapat meningkatkan stabilitas campuran.

2. Semen
Semen atau PC (portland cement) merupakan bahan yang dihasilkan dari pabrik. Secara garis besar, bahan dasar/atau bahan utama semen meliputi : kapur, silika, dan alumina ditambah dengan bahan tambah lainnya.
Bila dilihat susunan kimianya, maka unsur-unsur pokok pada semen biasa adalah sebagai berikut :

NO Komposisi Jumlah (%)
1 CaO 60 - 65
2 SiO2 17 - 25
3 Al2O3 3 - 8
4 Fe2O3 0,5 - 6
5 MgO 0,5 - 4
6 SO3 1 - 2
7 Na2O + K2O 0,5 - 1


Semen juga merupakan bahan tambah yang baik untuk meningkatkan kinerja campuran perkerasan. Hanya saja karena semen merupakan bahan hasil produksi pabrik, maka biaya konstruksi menjadi lebih mahal.
Bila semen dicampurkan pada campuran perkerasan jalan, maka pada kadar semen tertentu akan dapat meningkatkan stabilitas campuran. Sehingga untuk jalan-jalan yang melayani lalu-lintas berat biasanya dapat ditambahkan semen dalam jumlah tertentu (harus dilakukan trial mix).

3. Abu vulkanik
Abu vulkanik merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat dipergunakan sebagai bahan tambah untuk perkerasan jalan. Abu vulkanik merupakan bahan yang dihasilkan akibat adanya letusan gunung berapi yang didapat dalam jumlah cukup banyak. Abu ini ternyata memiliki kandungan silika dan alumina yang cukup banyak sehingga memiliki sifat sebagai pozolan. Abu vulkanik merupakan bahan yang mudah didapat terutama di daerah yang dekat dengan gunung berapi yang masih aktif, di samping merupakan limbah, harganya juga murah karena belum terpakai se bagai bahan bangunan.
Idealnya kandungan Oksida abu vulkanik menurut ASTM C 618-78 harganya dibatasi seperti yang tercantum di bawah ini :

NO Komposisi bahan Jumlah (%)
1. SiO2 + AL2O3 + Fe2O3 minimal 70
2. MgO maksimal 5
3. SO3 maksimal 4
4. H2O maksimal 3

Secara terinci kandungan kimia yang terdapat pada abu mekanik yang diambilkan dari debu gunung Merapi Jawa tengah adalah sebagai berikut :


No Komposisi Jumlah (%)
1 SiO2 52,84
2 Al2O3 16,81
3 Fe2O3 10,15
4 CaO 9,06
5 MgO 3,29
6 Na2O 3,62
7 K2O 2,06
8 MnO 0,16
9 TiO 0,85
10 P2O3 0,36
11 H2O 0,19
12 HD 0,54

HD = hilang terbakar
Dengan komposisi seperti di atas maka abu vulkanik juga dapat dipakai sebagai bahan tambah untuk campuran perkerasan.
Dari beberapa hasil penelitian, dalam persentase tertentu, abu vulkanik dapat untuk meningkatkan stabilitas campuran perkerasan.

4. Sulfur (belerang)
Sulfur adalah bahan anorganik non metalik yang berupa padat ke kuning-kuning an dengan nilai kepadatan 2,00.
Menurut Kennepohl, bahan sulfur dapat dijadikan bahan tambah untuk campuran beton aspal, dan penambahan sulfur pada beton aspal dengan berbagai variasi ini akan menyebabkan terjadinya kristalisasi yang berbeda-beda tergantung dari kadar sulfur yang ditambahkan serta komosisi campuran agregat dengan aspal. Penambahan sulfur pada aspal akan meningkatkan kekakuan pada bahan ikat perkerasan.

Jenis Campuran Aspal Panas
Ada beberapa jenis campuran aspal panas yang dibedakan atas fungsi serta gradasi yang disyaratkan antara lain :
1. Latasir
Lapisan ini ditujukan untuk lapis permukaan pada jalan-jalan dengan lalu-lintas ringan, khususnya untuk daerah yang sulit menyediakan bahan agregat kasar. Campuran latasir biasanya memerlukan tambahan filler agar memenuhi kebutuhan akan sifat-sifat yang disyaratkan. Ketebalan tidak boleh terlalu banyak, khususnya pada jalan-jalan dengan lalu-lintas berat serta pada daerah tanjakan, sebab untuk latasir yang terlalu tebal akan mudah terjadi deformasi.
Sifat-sifat yang dimiliki antrara lain
 fleksibilitas cukup tinggi
 stabilitas rendah
 keawetan cukup tinggi untuk lalu-lintas ringan.
2. Lataston (HRS)
Hot Rolled Sheet digunakan pada lapis permukaan pada jalan-jalan yang memikul lalu-lintas ringan sampai sedang . Lataston termasuk jenis perkerasan yang memiliki gradasi terbuka atau gradasi senjang, dengan sifat sifat antara lain :
 fleksibilitas cukup tinggi
 ketahanan terhadap kelelahan cukup tinggi, sehingga memiliki durabilitas/keawetan yang tinggi
3. Laston (AC)
Lapis perkerasan ini banyak untuk lapis permukaan jalan yang melayani lalu lintas berat, pada daerah tanjakan, pertemuan jalan, dll.
Laston merupakan lapis keras yang bergradasi tertutup atau gradasi menerus, dengan sifat-sifat antara lain :
 stabilitas tinggi
 keawetan/durabilitas kurang begitu menonjol
4. ATB (Asphalt Treated Base)
ATB merupakan bagian dari fondasi, yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan fondasi, sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kekuatan perkerasan.

Kadar Aspal Rencana
Perbedaan yang tidak kalah penting antara jenis campuran aspal khususnya untuk jumlah kandungan aspal adalah harga kadar bitumen efektif (b’)yang didefinisikan sebagai kadar total aspal campuran (b) yang dikurangi dengan kehilangan aspal karena absorbsi kedalam agregat ( b)
b’ = b - b (% berat total campuran)
HRS, b’ minimal = 6,8 %
AC , b’ minimal = 6,3 %
ATB, b’ minimal = 6,8 %
Pada umumnya nilai absorbsi/serapan aspal panas terhadap aspal sekitar 1,2 % dari berat total campuran. Dengan demikian harga kadar total aspal campuran (b) adalah sbb :
HRS, b minimal = 8 %
AC , b minimal = 7,5 %
ATB, b minimal = 6,7 %

Dasar Filosofi Rencana Campuran
Prosedur rencana campuran yang telah ditetapkan untuk Indonesia sangat berbeda bila dibandingkan dengan prosedur yang telah diberikan oleh Asphalt Institute atau organisasi luar negeri yang lain, sebab pada kenyataannya kondisi di Indonesia sangat berbeda dengan di luar negeri yang rata-rata memiliki temperatur cukup rendah. Banyak kegagalan yang telah dialami akibat kita menganut metode dari luar (metode lama)
Metode dari luar dimulai dari menentukan campuran agregat kemudian membuat variasi kadar bitumen (aspal) sampai didapatkan spesifikasi rongga udara dan stabilitas terpenuhi.
Untuk indonesia dipakai metode CQCMU (Central Quality Control & Monitoring Unit)
Cara ini dimulai dengan menentukan kadar bitumen efektif, kemudian dibuat variasi campuran agregat yang kemudian masing-masing variasi agregat dicampur dengan kadar bitumen yang telah disiapkan. Campuran yang memenuhi persyaratan rongga udara, film aspal, dan stabilitas yang baik yang dipilih.

diposkan oleh civil engineering ( juffrez ) @ 20:59 0 Komentar
LAPORAN PRATIKUM HIDRAULIKA

BAB I
ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA
ALIRAN PERMANEN SERAGAM PADA SALURAN LICIN DAN KASAR

Maksud dan tujuan
a. Mendemontrasikan aliran permanen seragam pada saluran licin dan kasar.
b. Menentukan koefisien kekasaran Chesy untuk masing – masing saluran tersebut.

2. Alat yang digunakan
Flume
Merupakan satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakan pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini dilengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur debit.
Point gauge ( alat ukur tinggi muka air ).
Mistar atau pita ukur.

3. Dasar Teori
Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran dan kekasaran dinding relatif besar.Aliran melalui saluran terbuka disebut Seragam ( uniform ) apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran seragam,garis energi, garis muka air dan dasar saluran adalah sejajar sehingga kemiringan ketiga garis tersebut adalah sama. Kedalaman air pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal.
Aliran disebut tidak seragam atau berubah apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah tidak konstan. Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang panjang, maka disebut aliran berubah beraturan. Sebaliknya apabila terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran berubah cepat.
Aliran disebut permanen apabila variabel aliran di suatu titik seperti kedalaman dan kecepatan tidak berubah menurut waktu. Apabila berubah terhadap waktu maka disebut aliran tidak permanen.
Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan geser pada dinding saluran. Tahanan ini akan diimbangi oleh komponen gaya berat yang bekerja pada zat cair arah aliran. Didalam aliran seragam,komponen gaya berat dalam arah aliran adalah seimbang dengan tahanan geser. Tahanan geser ini tergantung pada kecepatan aliran.
Berdasarkan keseimbangan gaya – gaya yang terjadi tersebut dapat di turunkan rumus Chesy sebagai berikut :
V = C
Dengan : V = Kecepatan aliran
C = Koefisien Chezy
R = Radius hidraulik
I = Kemiringan muka air
Apabila kecepatan aliran dapat di ketahui, maka akan mudah bagi kita untuk menentukan harga koefisien Chezy tersebut.

4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai , apabila dasar saluran dimiringkan
c. Mengukur kedalaman di dua titik yang telah di tentukan jaraknya ( L ), satu di bagian hulu dan yang lain di hilir sebagai dan .
d. Mengukur debit aliran dan kecepatan aliran dikedua titik tersebut sebagai dan .
e. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : = +
f. Mengamati keadaan aliran yang terjadi.
g. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran untuk dasar saluran licin dan kasar, lalu di bandingkan.
h. Menggambar sketsa saluran dan letak titk – titik pengukuran.
5. Hasil perhitungan

Saluran licin
Kemiringan saluran = = 0,007 cm
Kemiringan muka air = 0,0074 cm
Debit aliran = 0,010 = 10 c
= = 0,941
= = 1,138
= = 0,952
= = 1,010 = 1010,549 c

Titik 1
Titik 2

0,5 0,4





Tabel a.1 hasil uraian pengamatan pada saluran licin

No. Uraian Titik1 Titik 2
1 Kedalaman Air ( h ) 0,5 cm 0,4 cm
2 Luas tampang basah ( A ) 10 cm2 8 cm2
3 Keliling tampang basah ( p ) 21 cm2 20,8 cm2
4 Kecepatan aliran ( V ) 101,0549 cm / dt 126,3187 cm / dt
5 Kecepatan rerata aliran 113,6868 cm / dt 113,6868 cm / dt
6 Koefisien Chezy 1702,36 cm 2367,764 cm

Perhitungan Pada Titik 1

1. kedalaman air ( h ) = 0,5 cm
2. Perhitungan tampang basah ( A )
A = B * Y = 20 * 0,5 = 10 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 0,5 = 21 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 0,47619 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 101,0549
6. Kecepatan rerata aliran
= = = = 113,6868
7. Koefisien chezy
V = C
C = = = 1702,36 cm
Perhitungan pada titik 2
1. Kedalaman air ( h ) = 0,4 cm
2. Perhitungan tampang basah ( A )
A = B * Y = 20*0,4 = 8 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20+ 2 x 0,4 = 20,8 cm
4.Radius hidraulik ( R )
R = = = 0,3846 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 126,3187 c
6. Kecepatan rerata aliran
= = = =113,6868 c
7. Koefisien chezy
V = C
C = = = 2367,764 cm

Kemiringan muka air (iW)
= +
= 0,007 +
= 0,0074 cm




5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan pada saluran licin dapat disimpulkan bahwa semakin dalam air maka koefisien kekasaran Chezynya semakin kecil, hal ini dapat dilihat pada titik 1 dengan kedalaman air (h) = 0,5 cm, koefisien kekasaran Chezy = 1702,36 cm dan pada titik 2 kedalaman air = 0,4 cm, koefisien kekasaran Chezy = 2367,764 cm



BAB II
ALIRAN PERMANEN TIDAK BERATURAN AKIBAT PEMBENDUNGAN

Maksud dan tujuan
Mendemonstrasikan aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan.
Menunjukkan perbedaan koefisien kekasaran Chezy pada kedalaman nomal dan pada aliran terbendung.

Alat yang digunakan
Flume
Point gauge
Current meter
Mistar /pita ukur

Prosedur percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran
d. Mengukur kedalaman di beberapa titik yang telah ditentukan jaraknya di sekitar daerah pembendungan.
e. Mengukur debit aliran.
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : dengan h adalah kedalaman pada titik ke-n.
g. Mengamati keadaan yang terjadi.
h. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran pada tiap-tiap titik baik pada aliran dengan pembendungan, amati apakah hasilnya konstan atau berubah.
j. Menggambar sketsa saluran dan letak titik-titik pengukuran

Hasil perhitungan

Pada titik 1.
Kemiringan Saluran = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9754 = 975,4 c
= = 1,1
= = 0,7842
= = 1,042
= = 0,9754 = 975,4 c

1. Kedalaman air ( h ) = 2,1 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B * Y = 20*2,1 = 42 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 * Y = 20 + 2 * 2,1 = 24,2 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 1,73 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 23,2238

6. Kemiringan muka air ( i )

= 0,007 + = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V = C
C = = = 185,8285 cm

Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20*2,9 = 58 cm
Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 2,9 = 25,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,2481 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 16,8172
6. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
C = = = 118,2292 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,5 cm
2. luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,5 = 70 cm2
3 Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,5 = 27 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,5926 cm .
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,9343
6. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007 + = 0,009 cm
7 Koefisien Chezy
C = = = 91,2213 cm

Pada titik 4
1. Kedalaman air ( h ) = 4,0 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B * Y = 20 * 4,0 = 80 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 xY = 20 + 2 * 4,0 = 28 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,8571 cm

5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 12,1925
6. Kemiringan muka air ( Iw )

= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V = C
C = = = 76,0342 cm
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4


h1 h2 h3 h4






Tabel B.1 Hasil Pengamatan pada saluran licin

No. Uraian Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4
1 Kedalaman air ( h ) 2,1 2,9 3,5 4,0
2 Luas tampang ( A ) 42 58 70 80
3 Keliling tampang basah ( P ) 24,2 25,8 27 28
4 Radius hidraulik ( R ) 1,73 2,2481 2,5926 2,8521
5 Kecepatan aliran ( V ) 23,2238 16,8172 13,9343 12,1925
6 Kemiringan muka air 0,009 0,009 0,009 0,009
7 Koefisien Chezy 185,8285 118,2292 91,2213 76,0342

5. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan aliran (V) maka koefisien kekasaran Chezy semakin besar.

BAB III
BANGUNAN KONTROL
PINTU SORONG ATAU SLUICE GATE

Maksud dan tujuan
a. Mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong.
Menunjukan bahwa pintu sorong dapat di gunakan sebagai alat ukur dan pengatur debit.

Alat yang di gunakan
b. Flume
c. Pintu sorong atau sluice gate.
Merupakan tiruan pintu air yang banyak di jumpai di saluran – saluran irigasi. Lebar pintu ini sudah di sesuaikan dengan lebar model saluran yang ada. Pintu sorong ini berfungsi untuk mengukur maupun untuk mengatur debit saluran. Besarnya debit yang di alirkan merupakan fungsi dari kedalaman air di hulu maupun di hilir pintu serta tinggi bukaan pintu tersebut.
c. Point gauge.
d. Mistar atau pita ukur.

3. Dasar Teori
d. Mistar atau pita ukur.

Dasar Teori





Pintu sorong merupakan salah satu konstruksi pengukur dan pengatur debit. Pada pintu sorong ini prinsip konservasi energi dan momentum dapat di terapkan. Persamaan Bernoulli hanya dapat apabila kehilangan energi dapat di abaikan atau sudah diketahui.

4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran.
d. Mengukur kedalaman di beberapa titik yang telah di tentukan jaraknya di sekitar daerah pembendungan.
e. Mengukur debit aliran, kemudian ukur pula kecepatan dititik – titik tersebut.
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : dengan h adalah kedalaman pada titik ke-n.
g. Mengamati keadaan yang terjadi.
h. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran.
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil pengukuran pada tiap-tiap titik baik pada aliran dengan pembendungan, amati apakah hasilnya konstan atau berubah.
j. Menggambar sketsa saluran dan letak titik-titik pengukuran.


5. Hasil Perhitungan
Kemiringan Saluran = = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9007 = 900,7
= = 0,995
= = 0,95
= = 0,7571
= = 0,9007 = 900,7

Pada titik 1.
1. Kedalaman air = 6,5 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20x 6,5 = 130 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 6,5 = 33 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 3,9393 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 6,92846
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 13,25443
7. Kemiringan muka air (Iω)

= 0,007 + = 0,0094 cm

8. Koefisien Chezy
C = = = 36,005 cm
Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 2,3 = 46 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20+ 2 x 2,3 = 24,6 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 1,8699 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 19,5804
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 13,25443
7. Kemiringan muka air (Iω)

= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 147,6891 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,3 = 66 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,3 = 26,6 cm


4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,48120 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,64697

6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 19,42069
7. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 89,3596 cm

Pada titik 4.
1. Kedalaman air = 3,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,9 = 78 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,9 = 27,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,80576 cm



5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 11,54744
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 19,42069
7. Kemiringan muka air ( Iω )

= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 71,1044 cm


Tabel C. 1., Hasil Pengamatan pada saluran licin

No Uraian Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4
1 Kedalaman air ( h ) 6,5 2,3 3,3 3,9
2 Luas tampang basah (A) 130 46 66 78
3 Keliling tampang basah ( p ) 33 24,6 26,6 27,8
4 Radius hidraulik (R) 3,9393 1,8699 2,48120 2,80576
5 Kecepatan aliran 6,92846 19,5804 13,64697 11,54744
6. Kecepatan rerata aliran 13,25443 13,25443 19,42069 19,42069
7. Kemiringan muka air 0,0094 0,0094 0,0094 0,0094
8. Koefisien Chezy 36,005 147,6891 89,3596 71,1044

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas pada pintu sorong maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan aliran (V) maka semakin besar koefisien kekasaran Chezy.


BAB IV
GAYA YANG BEKERJA PADA PINTU SORONG

Maksud dan tujuan
menunjukkan gaya yang bekerja pada pintu sorong
Alat yang di gunakan
Multipurpose teaching flume.
Model pintu sorong
Point gauge
Stopwatch
Dasar teori
Pada gambar 4.11 berikut dapat di lihat mengenai gaya yang bekerja pada pintu.

















Pada gambar tersebut di tunjukkan bahwa gaya resultan yang terjadi pada pintu sorong adalah sebagai berikut :
F = ρ g y _ .... ( 4. 10 )
Gaya pada pintu yang melawan gaya hidrostatis adalah :
F = g ( y - v )
Dengan: F = resultan gaya dorong pada pintu sorong (non hidrostatis)
F = resultan gaya dorong akibat gaya hidrostatis
Q = debit aliran
r = rapat massa fluida
g = percepatan grafitasi bumi
b = lebar pintu sorong
y = tinggi bukan pintu
y = kadalaman air di hulu pintu
y = kedalaman air di hilir pintu

Prosedur percobaan
Mengukur lebar pintu sorong
Memasang pintu sorong pada saluran kurang lebih pada tengah-tengah saluran
Memberi Plasticine pada rongga antara pintu dengan dinding saluran supaya hasil pengukuran lebih akurat.
Memasang point gauge atau hook gauge pada hulu pintu dan hilir pintu
Dasar saluran sebagai datum pengukuran.
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar
Mengalirkan air dengan perlahan - lahan hingga yo mencapai 20 cm ( ukurlah dengan point gauge dihulu pintu )
Mengukur debit aliran yang terjadi dengan yo pada ketinggian ini
Mengukur ketinggian y di hilir pintu
Menaikkan bukaan pintu setinggi 1cm dari posisi semula
Mengatur ketinggian air di hulu agar tetap setinggi 20 cm dengan mengubah debit aliran
Mencatat debit aliran yang terjadi dan tinggi y
Menghitung besarnya gaya pada pintu sorong akibat gaya hidrostatis maupun gaya akibat aliran.
Menggambar grafik hubungan antara F / F dengan y / y

Hasil Pengamatan dan perhitungan
Lebar pintu = 20 cm = 0,2 m
Tabel 4.10, Hasil pengamatan gaya –gaya yang bekerja pada pintu sorong.


y Y y Q F F F / F y / y

0,024 0,065 0,023 0,00097 -108,393 8,2453 -13,146 0,3692

F = ρ g y _
= - 108,393 N
F = g ( y - v )
= x1000 x 9,81 x (0,065 – 0,024 )
= 4905 x 0,001681
= 8,2453 N
= N
= m


Kesimpulan
Dari data –data di atas maka di dapat F / F sebesar -13,146 N
dan y / y
Sebesar 0,3692 m dengan debit aliran yang sama yaitu 0,00097 .













BAB V
PENURUNAN PERSAMAAN ENERGI SPESIFIK

1. Maksud dan tujuan
Menunjukan hubungan antara energi spesifik dan tinggi tenaga pada aliran di hulu pintu sorong.

2. Alat yang di gunakan
a. Multi purpose teaching flume
b. Model pintu sorong
c. Point gauge
d. Stopwatch

3. Dasar teori
Pada kondisi debit aliran yang aliran konstan, tinggi tenaga pada aliran akan mencapai harga minimum pada kondisi kedalaman kritik. Parameter ini merupakan dasar dari pemahaman yang menyeluruh mengenai perilaku aliran bebas, karena respon dari aliran terhadap tinggi tenaga sangat tergantung pada pada apakah kedalaman yang terjadi lebih atau kurang dari kedalaman kritik.
Pada saluran terbuka, energi spesifik di definisikan sebagai jumlah dari energi potensial ( kedalaman aliran ) dan energi kinetik (energi kecepatan).
E = y + atau E = y +
Dengan : E = Energi spesifik
Y = Kedalaman aliran
Q = Debit aliran
g = Percepatan grafitasi
Kurva energi spesifik merupakan kurva hubungan antara kedalaman aliran dengan aliran dengan energi atau tinggi energi.

Gambar 4.12.kurva energi spesifik.

Gambar di atas menunjukan bahwa dua kedalaman aliran yang mungkin menghasilkan energi yang sama, yang di kenal sebagai alternate depth. Pada titik C, kurva energi spesifik adalah minimum dengan hanya ada 1 kedalaman yang menghasilkannya yang kita namakan dengan kedalaman kritik (yc)
Aliran pada kedalaman lebih besar dari kedalaman kritik dinamakan dengan aliran sub kritik. Sementara itu apabila kurang dari kedalaman kritik dinamakan dengan aliran super kritik.
Pada saluran segi empat dengan lebar 1 satuan panjang,dimana garis aliran adalah paralel,dapat ditunjukan bahwa:
y = dan E = E =
dengan: E = Energi spesifik minimum
y = kedalaman kritik.

Pada saat kemiringan saluran cukup untuk membuat aliran seragam dan kedalaman kritik,kemiringan ini dinamakan dengan kemiringan kritik. Perlu diperhatikan bahwa permukaan air dapat menimbulkan gelombang pada saat aliran mendekati kondisi kritik, karena perubahan kecil saja dari energi spesifik akan mengakibatkan perubahan aliran yang cukup besar,dapat diperkirakan dari kurva energi spesifik.


Prosedur percobaan
Memasang pintu sorong pada saluran
Memasang point gauge pada saluran (di hulu dan hilir)
Membuka pintu sorong Setinggi 1cm dari dasar
Mengalirkan air hingga yo mencapai 20cm
Mengukur aliran yang terjadi dan ukur y1
Menaikkan pintu setinggi 1cm dari keadaan semula,lalu ukur yo dan y1
Menaikkan debit hingga yo mencapai ketinggian 20 cm dari dasar
Mengukur debit aliran
Mengulangi langkah diatas untuk tinggi bukaan yang lebih besar.
Memiringkan saluran sehingga aliran berubah mencapai aliran kritik sepanjang saluran
Menghitung harga energi spesifik yang terjadi, dan energi kritiknya.
Membuat kurva hubungan antara E dengan yo dan E1 dengan y1 untuk menggambar kurva energi spesifik,plotkan pula harga energi kritiknya.
Menggambar garis pada gambar tadi melalui titik kritik untuk menunjukan kondisi kritik (atau sub kritik bila berada diatas garis, dan super kritik bila dibawah garis).





5. HASIL PENGAMATAN DAN HITUNGAN

y y Q E E E
0,065 0,023 0,00097 0,065243 0,024954 0,006535

E = y + = 0,065+
= 0,065243 m
E = y + = 0,023 +
= 0,024954 m
y = =
= 0,000929 m
E = = x 0,000929 m
= 0,006535 m.

Kurva hubungan antara E dengan Y dan E1 dengan y1








BAB VI
LONCAT AIR
1. Maksud dan tujuan
Menunjukan karakteristik loncat air pada aliran di bawah pintu sorong.
2. Alat yang di gunakan
Multi purpose
Model pintu sorong s
Point gauge
Stopwatch
3. Dasar Teori
Apabila aliran berubah dari super kritik ke aliran sub kritik, maka akan terjadi loncat air karena terjadi pelepasan energi. Fenomena ini dapat terjadi apabila air meluncur di bawah pintu sorong menuju ke bagian hilir yang mempunyai kedalaman yang sangat besar.
Loncatan yang bergelombang akan terjadi pada saat perubahan kedalaman yang terjadi tidak besar. Permukaan air akan bergelombang dalam rangkaian osilasi yang lama kelamaan akan berkurang menuju daerah dengan aliran sub kritik.
s










Gambar 4. 13. loncat air pada pinntu sorong
Dengan mempertimbang kan gaya-gaya bekerja pada fluida di kedua sisi loncat air, dapat di tunjukan bahwa :
+
Karena y ≈ y dan y ≈ y , maka persamaan di atas dapat di sederhanakan sbb:

Dengan : H = total kehilangan energi sepanjang loncat air
V = kecepatan rerata sebelum loncat air
y = kedalaman aliran sebelum loncatan air.
V = kecepatan rerata setelah loncatan air
y = kedalaman aliran setelah loncatan hidraulik

Prosedur Percobaan
Memasang pintu pada saluran.
Memasang point gauge pada saluran ( di hulu dan di hilir ).
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar.
Memasang stop log di hilir saluran.
Mengalirkan air perlahan – lahan sehingga nanti akan terbentuk loncat air yang terjadi di hilir.
Mengamati dan menggambar sketsa aliran/loncat air yang terjadi.
Menaikkan tinggi air di hulu dengan mengubah debit aliran, dan menaikkan tinggi stop log. Amati loncat air yang terjadi dan gambarkan sketsanya,
Mengukur kedalaman air di hulu dan hilir loncat air, tinggi bukaan pintu dan ukur debitnya ( y ,y ,y dan Q ).
Mengulangi lagi untuk debit aliran lain.
Menghitung harga V .
Menggambar grafik hubungan antara V / gy vs y / y .
Menghitung harga H / y dan gambarkan grafik hubungan antara H / y vs y / y .
Hasil pengamatan dan perhitungan.




y1


y2 y3



Tabel 4. 12. Hasil pengamatan loncat air pada aliran melalui pintu sorong .

y y y Q H H
0,024 0,023 0,033 0,00097 0,03394 10,8491

H = = = 10,8491 m
V = = = 0,0422
V = = = 0,0294
H = y + = 0,033 + = 0,03394 m
= = 471,7 m
= = 0,007893 m
= = 1,4347 m

Kurva hubungan V / gy dengan y / y .


Kurva hubungan H / y dengan y / y .

sumber : http://juffrez.blogspot.com/